Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Kopi dan Payung Teduh

Dia adalah seorang penikmat kopi dan penggemar Payung Teduh. Dia senang berujar, “Jangan lupa main, ya!” kepada kami setelah kami menyelesaikan tugas atau mengikuti ujian mata kuliahnya. Bukan malah selalu mengingatkan kami untuk belajar. Karena itu, kami senang “bermain” dengannya, walaupun hanya duduk berjam-jam sambil ngopi . Tapi…main dan ngopi yang berkualitas. Dia senang mengobrol. Dia senang berpergian. Dia penggila buku. Berkat kesenangannya itu, dia menjadi seorang yang senang berbagi. Berbagi tentang apa yang pernah dia lakukan. Tentang pengalamannya, tempat yang pernah dia kunjungi, apa yang baru saja dia baca, dan apa yang dia temukan dalam bacaannya. Segala hal dia bagi. Ilmu, pengalaman, bahkan harapan dan impian. Dia lecutkan api semangat dalam diri kami. Berbagi dengannya, tidak ada impian yang tak berharga. Semuanya pantas diwujudkan. Semuanya memiliki kesempatan untuk diraih. Dibalik penampilannya yang sangat simpel dengan gelang-gelang style anak m

Sampai Berjumpa Lagi

Rasya dan Danis datang bersamaan hari itu. Di sebuah siang yang terik dan berdebu. Rasya datang   dengan harum minyak kayu putih dan benak bayi menguar dari balik kaos Boboboy-nya. Sedangkan Danis masih mengenakan baju seragam polisi favoritnya. Keduanya berebut masuk ke dalam kelas dan duduk di kursinya masing-masing. Dan yang terjadi selanjutnya adalah cerita mengalir silih berganti, seperti biasanya. Di setiap Senin dan Kamis siang selama berminggu-minggu yang panjang dan berwarna. "Baik kalau begitu, kita udahan dulu ya, ceritanya. Hari ini kalian mau belajar apa?" tanyaku. Keduanya sepakat ingin belajar menghitung sampai 100 dalam bahasa Inggris. Selagi mereka menyiapkan buku dan alat tulis, pandanganku terpaku pada dua kotak berlapis kertas kado Angry Bird di bawah meja kerjaku di sudut kelas. Sanggupkah aku meninggalkan?  Kami terdiam. Tak ada satu pun yang mampu menggerakkan bibir. Seakan kami kehilangan kemampuan bicara. Bahkan sang ketua kelas yang biasanya pa

Memang, Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

Sumber foto: pixabay.com Dari kecil aku udah terbiasa liat Mama mengurus rumah, bahkan kadang sampai turun tangan juga ngurus pekerjaan Papa dan sekolahku. Walau cuma jadi ibu rumah tangga total yang lebih sering diam di rumah, kerjaan dan kegiatannya menyamai yang kerja kantoran. Bangun sebelum suami dan anaknya bangun, dan nggak akan tidur sebelum suami dan anaknya pulang. Dengan kesehariannya yang seperti itu, Mama terbiasa melakukan segala sesuatunya 'selangkah, dua langkah lebih depan' dibandingkan kami, aku dan Papa. Dengan prinsipnya itu, Mama selalu siap dalam segala keadaan. Menyiapkan segala kebutuhan kami bahkan sebelum kami kepikiran dan membutuhkannya. Karenanya, di rumah kami selalu punya 'suku cadang' kalau sewaktu-waktu, dalam keadaan mendadak, kami udah siap. Mulai dari urusan makanan, keuangan, sampai hal kecil kayak benang jahit, tusuk gigi, dan paku payung. Jadi, kalau Mama beli apa-apa nggak pernah sedikit atau cuma satu, paling sedikit

Yuk, Jadi Pemuda yang Kreatif!

Sumber foto: pixabay.com Well , first of all mau makasih dulu sama Jung yang undah mengundang gue buat jadi guest blogger di project -nya kali ini yang dikasih judul September Kreatif . Ini jadi salah satu kehormatan buat gue pribadi, karena ini tandanya gue dianggap layak buat berkontribusi. Yaa walau nantinya yang gue omongin kesannya nggak penting-penting banget. Okay , dalam tulisan pertama gue di Sepetember Kreatif ini gue mau sharing pandangan gue soal being creative and creative thinking . Sebelum gue menanyakan kedua konsep tadi ke diri gue sendiri, gue terlebih dahulu nanya beberapa temen kuliah gue. Apa atau gimana, sih, pandangan mereka soal kreatif dan berpikir kreatif. Secara, kan, mereka juga masih muda, dan kata Jung di dalam salah satu postingannya kemarin, yang muda itu yang mikir. Dan kita masih muda, tapi apa kita mikir? Mikirlah pasti, tapi konsep ‘mikir’ yang kayak gimana dulu yang diacu di sini. Jawaban dari temen-temen gue macem-macem. Mul

Dengan atau Tanpa Dirimu

Sumber foto: pinterest.com Menghabiskan waktu bersamamu, kusebut sebagai sebuah perjalanan. Meski pada akhirnya langkah kaki kita berujung di kedai kopi atau kedai mi pinggir jalan. Kalau dengan adanya dirimu adalah sebuah perjalanan, apakah ketidakhadiranmu- tanpa adanya dirimu-masih dapat kusebut sebagai perjalanan? Perjalanan tetaplah perjalanan, dengan ada atau tidaknya dirimu. Denganmu atau tanpa dirimu. Jika kulakukan seorang diri, itu tandanya aku tengah memberikan ruang, memberi sedikit jeda untuk kita. Juga memberimu kebebasan melakukan hal-hal yang kau sukai. Karena bagaimana pun, kau memiliki duniamu sendiri. Kalaupun aku harus melakukannya seorang diri, perjalanan itu, itu juga tandanya aku tengah belajar dan mempersiapkan diri sekaligus, jika esok kita harus benar-benar berjalan masing-masing.

The Power of Giving

Sumber foto: pinterest.com Waktu SMA, pernah ditanya sama guru agama tentang tujuan manusia hidup di dunia, apa tujuan Allah menciptakan manusia. Jawaban kami, aku dan teman-teman, beragam. Ada yang menjawab sebagai khalifah atau pemimpin di bumi, sampai ada yang jawab untuk makan dan berkembang biak alias menikah lalu memiliki keturunan. Setelah mendengar jawaban berdasarkan pendapat kami masing-masing, Pak Guru kami itu segera menjelaskan. Kalau disuruh report apa aja yang disampain sama Pak Guru, sih, udah pasti lupa, yaa orang hampir enam tahun yang lalu :p. Tapi intinya yang bisa aku tangkap begini: manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya dan juga mencari ridho dari-Nya. Dan sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi dirinya sendiri juga orang lain. Beribadah, mencari ridho-Nya, dan bermanfaat untuk orang lain. Ketiga katakunci (aku menyebutnya begitu) itu kembali muncul dalam kepala ketika beberapa waktu lalu dalam perjalanan dari rum

Anggaplah Kenang-Kenangan

Sumber foto: pixabay.com Teruntuk yang selalu kami panggil Bapak dan Ibu Dosen, Mungkin ini bukanlah puisi indah, tapi anggaplah ini sebagai hadiah Semacam kenang-kenangan terakhir kami, anak-anak didikmu. Bu, Pak, denganmu kami belajar menjadi dewasa Karenamu pula kami belajar percaya Kepada mimpi-mimpi, juga diri kami sendiri Memang, seringnya kami tampak tak peduli Pada pelajaran dan nasihatmu di kelas tadi Juga, seringnya kami membuatmu kesal Hingga menaruh di hatimu rasa sesal Apalagi ketika kau lihat wajah-wajah kami yang jenuh Padahal kau telah datang jauh-jauh Berniat memberi kami ilmu Tanpa rasa ragu, yang terpikirkan hanya agar kami tahu Kalau soal tugas… Maafkan kami terlampau sering lupa Selalu menunda, dan akhirnya membuatmu kecewa Kalau soal telat… Maafkan kami pernah membuatmu menunggu Membiarkanmu ditemani detik yang terus berlalu Menyaksikan pagi menjadi siang Sedangkan kami malah pergi dan tak kunjung d