Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Untuk Abang Sebelah Rumah

Untuk Abang sebelah rumah, surat ini kutulis dengan ketidaktahuan maksudku menulis surat ini. Aku hanya ingin. Entah, mungkin sebenarnya perlu. Aku pun tak tahu bagaimana menulis prolog yang baik dalam surat ini. Ada berjuta kata yang berjejal dalam kepalaku saat ini yang ingin kutulis. Namun, jari-jari ini kewalahan untuk merunut satu per satu kata dan memilah kata mana yang harus ditulis terlebih dahulu. Untuk Abang sebelah rumah, Ini memang surat cinta untukmu. Ya, aku yang mencintaimu. Sejak setahun yang lalu, Bang. Rasa itu muncul tanpa ketukan di pintu, tanpa pula ada salam. Dia tiba-tiba sudah berada di dalam ruang yang bernama hati. Hatiku, Bang. Menyusuri setiap sudut di dalamnya, menyebarkan suka cita dan perasaan yang indah di setiap jejak langkah yang ia tinggalkan di sana. Di hatiku, Bang. Satu-satunya alasan mengapa aku jatuh cinta padamu adalah, aku jatuh cinta karena terbiasa. Sepertinya. Terbiasa dengan kehadiranmu setiap hari. Terbiasa mendengar suarumu setia

Secangkir Cappucino

Kita tidak pernah menyangka akan menjadi seperti sekarang ini, sejak perkenalan kita dua tahun lalu. Dan kita pun tak pernah tahu, sejak hari itu, waktu terus membawa kita untuk saling mendekat. Kita bukanlah dua orang yang dipertemukan oleh hal yang sama. Kita bertemu dengan apa adanya diri kita. Aku begini. Kamu begitu. Kita dipertemukan tanpa ada satu hal pun alasan kenapa kita dipertemukan. Aku pikir itu adalah hasil dari konspirasi alam dan semesta terhadap kita. Kita hanya dipertemukan oleh rasa nyaman yang timbul ketika kita berjalan bersama. Waktu yang bergulir di samping kita membuat rasa nyaman itu berubah menjadi sebuah kebiasaan. Kita terbiasa untuk selalu bersama dalam segala kesempatan. Jika ada kamu, sudah pasti aku pun ada di sana. Begitu juga sebaliknya.  Kita tetap menjadi diri kita sendiri, bahkan setelah dua tahun bersama. Kita tetap dua orang yang berbeda. Dan kita tidak perlu menjadi sama dan satu. Kita hanya berusaha untuk saling melengkapi. Jadilah kita

Selamat Pagi, Bu Guru!

Selamat pagi, Bu Guru yang cantik-cantik? Belajar apa kita hari ini? Well, ini surat kutujukan untuk kalian. Sahabat-sahabatku calon pendidik anak bangsa. Ciee..mulia dan bijaksana sekali kedengarannya ya. Ya memang, tugas kalian kelak sungguh mulia. Mendidik dan mencerdaskan beribu anak negeri ini. Pilihan kalian sungguh berani, kawan. Bagaimana tidak, saat kebanyakan orang memilih untuk kuliah dan bekerja di bidang yang tengah popular dan menjajikan (yang belum tentu menjanjikan) finansial yang besar, kalian memilih untuk tetap sederhana, hanya menjadi guru. Kerjanya mengajar, memberi nilai, merancang silabus dan lesson plan. Memang tidak semudah itu, aku paham betul. Tidak semudah ketika kita mengeja kata 'guru' itu sendiri. Tidak semudah seperti melafalkan huruf G-U-R-U. Lebih dari itu, kalian akan mengembang tugas dan tanggung jawab yang besar. Pekara mengajar bukan lagi sekadar memberi materi pelajaran, zaman menuntut kalian dapat mengajar selain yang tidak ada di

Teruntuk Gigiku Tersayang

Masihkah kau marah padaku? Sampai kapan kau akan begini? Tak tahu kah kau ulahmu itu membuatku kesakitan? Sudah lima hari ini kau sungguh tak bersahabat denganku. Pagi, siang dan malam kerjamu hanya merajuk. Membuatku meringis kesakitan, sampai tak bisa makan seharian. Pipiku jadi bengkak bagai menguyah bakpao bulat-bulat jika kau tahu. Kuelus-elus kau agar membaik, tapi tak kunjung juga kau mereda.  Apa salahku, gigi? Tiga kali sehari kubersihkan dirimu, dengan pasta gigi dan obat kumur yang terbaik. Makan pun aku jaga. Coklat, es krim, gulali, kue, dan biskuit jarang kutoleh. Tetapi kenapa kau tiba-tiba marah padaku begini? Jadinya aku tak bisa melakukan apa-apa, kerjanya hanya tidur sambil terus mengelus-elus pipi yang semakin besar karena bengkak. Banyak makanan enak yang tak bisa kumakan, padahal si perut meronta-ronta minta diisi, tetapi kau tetap merajuk tak lekas membaik. Kasihlah sedikit pada temanmu si perut itu, pikirkan nasibnya jika aku tak makan. Bosan

Cepat Sembuh, Ma

Selamat pagi, Ma. Bagaimana tidurnya semalam? Ah, aku tak bisa tidur semalam tadi. Pikiranku terlalu sibuk ke sana ke mari memikirkan Mama. Sudah empat hari ini Mama pun tak bisa tidur. Pasti tidak nyaman tidur dalam posisi duduk, iya kan? Berbaring apalagi. Sabar ya, Ma. Cepat atau lambat semuanya akan berlalu. Mama dapat tidur dengan nyenyak kembali. Mama pasti sembuh. Maaf jika aku terlampau panik dengan keadaan kita sekarang. Sejak Mama sakit, aku berubah menjadi seorang yang sangat paranoid. Sering kali aku dihinggapi perasaan dan pikiran takut yang berlebihan. Aku tidak bisa meninggalkan Mama barang sedetikpun, takut-takut Mama kenapa-kenapa. Siang hari aku habiskan untuk merawat Mama. Mulai dari Mama bangun, menyiapkan sarapan, mandi, makan siang, menyiapkan obat-obat yang harus Mama minum, hingga Mama tidur kembali di malam hari. Hari-hari aku habiskan di rumah, tak berani aku tinggalkan rumah sekarang. Biarlah aku jauh dari dunia luar, asalkan aku dapat terus menjag

Surat Kenang-kenangan

Assalammualaikum, selamat pagi cantik :) Semoga hari-harimu tetap menyenangkan yaa.. Kapan kita bisa bertemu? Aku sangat menantimu datang ke rumah hari ini. Well, surat ini kutulis sebagai kenang-kenangan untukmu. Kelak suatu hari jika kita berjauhan, kamu dapat membukanya kembali sebagai obat rindu. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, karena kamu telah mengetahuinya sejak lama. Tetapi biarkanlah aku mengulangnya kembali, agar kita tidak lupa tentang bagaimana indahnya persahabatan kita. Banyak hal yang telah terjadi dan kita alami bersama selama empat tahun ini. Kita berbagi tawa dan tangis bersama. Membiarkan cinta dan kasih sayang tumbuh dan berkembang di antara kita. Hingga waktu terus berjalan kita tahu, ikatan di antara kita bukan lagi sekadar sahabat, aku rasa lebih dari itu. Kita sudah seperti keluarga. Saling berbagi apapun, membantu selayaknya keluarga, dan memberi tanpa pikir panjang. Kita betah berlama-lama main di rumahmu atau rumahku hingga lupa waktu

The Man Who Can't Be Moved

"Some try to hand me money, they don't understand I'm not broke, I'm just a broken hearted man I know it makes no sense but what else can I do? How can I move on when I'm still in love with you?" Entah sudah berapa ratus kali aku melihat kamu mendengarkan lagu itu. Berapa kali juga telah kamu jadikan lirik-liriknya sebagai status Facebookmu. Berapa ratus kali pula aku menghela napas melihat tingkahmu itu. Tidak punya semangat hidup. Hidup tinggal sebuah hal yang kau jalani mengikuti air membawamu mengalir, dan angin mengempas tubuhmu. Tanpa ada perjuangan. Kau melangkah tapi tak tahu tujuan. Kau kulaih tapi tak tahu untuk apa. Ada awan mendung yang meliputi atas kepalamu sejak berbulan-bulan lalu, ketika sahabatku yang sangat kau cintai, yang hidupnya bagai lentera kehidupan bagimu, tiba-tiba saja memutuskan hubungan kasih kalian. Kau seketika hancur. Berhari-hari tidak makan, kuliah sering telat. Dan aku berjam-jam menemani kegalauanmu di SMS. Suda

Gadis Kecil di Senja Itu

Karena harus menulis surat untuk orang asing di foto yang diambil sendiri, jadilah aku seharian ini membuka file-file foto lama yang ada di handphone dan Facebook. Lumayan banyak juga foto-foto yang aku ambil beberapa tahun yang lalu bersama sahabat-sahabatku di SMA. Mulai dari foto yang disengaja sampai foto. Ada juga foto iseng-iseng yang diambil saat jam kosong di kelas sampai kegiatan resmi yang diadakan sekolah. Melihat itu semua, memori ingatanku kembali ke tempat-tempat dan waktu saat foto itu diambil. Aku dibuat tertawa geli sendiri, senyum-senyum nggak jelas, sampai rindu mulai merayapi hati. Ah, betapa masa itu sangat menyenangkan dan selalu membuat ceria. Entah sudah berapa lama aku tidak bertemu dengan mereka semua. Kubiarkan rindu ini mengawang bersama doa-doa yang aku panjatkan untuk mereka agar selalu dalam cinta-Nya. Sampai akhirnya aku menemukan foto ini, sebagai foto penutup dari ribuaan foto yang aku miliki. Mereka yang ada di foto itu adalah sahabat-sahabatk

Dance With My Father Again

If I could get another chance Another walk, another dance with him I’d play a song that would never, ever end How I’d love, love, love to dance with my father again ***             It was my seventeenth birthday, on November 4 2010, three years ago. I woke up at 5.00 a.m sharp. There was no something special happened, just as usual. Even I hoped there is something happened to me. But, unfortunately, I just dreamt. So, I kept doing all my activities as I’ve done every day. Then, I got up from my bed and started to face my day. Smiled and kept cheerful, I wished the day will be my day, best day ever after.             My mom just smiled when she saw me. She tried to joke with me. Her expression made me laughing, because it was really funny to see her. I moved closer to her in the kitchen. She’d been cooking for our breakfast that time. She opened her arms widely, and I closed up my body in her hug. And, she kissed my hair, and whispered smoothly in my ea

Hello!

Beberapa jam yang lalu aku masih bingung mau menulis surat apa dan untuk siapa. Bahkan sampai detik aku menyalakan notebook dan membuka akun blog kesayangan ini pun aku masih belum tahu. Hingga akhirnya aku mampir sebentar ke akun twitter untuk sekadar mencari sosok yang patut menerima surat 'cinta' pertama dariku ini. Dan aku tahu siapa orang itu. Dia adalah seorang teman baru untukku. Sebenarnya kata 'baru' itu kurang tepat untuk menggambarkan dirinya sebagai seorang teman, karena kami (seharusnya) sudah saling mengenal saat sama-sama masuk kuliah dua tahun lalu. Tunggu... atau hanya aku saja yang mengenalnya sejak dulu? Sedangkan dia tidak pernah menyadari keberadaanku sebagai teman seangkatannya?? Ah tak penting. Intinya, aku sudah mengenalnya sejak dua tahun lalu. Mahasiswa Sastra Inggris dari kelas sebelah. Lalu kenapa aku menyebutnya teman baru? Yaa, memang dia adalah teman baruku. Aku baru benar-benar dekat dengannya sekitar beberapa