Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2015

Time After Time: Mengungkap Rahasia Masa Lalu

Pernah terpikir ingin kembali ke masa lalu? Atau begini, pernah terpikir hanya untuk ‘berlibur’ ke masa lalu? Karena tujuannya ‘berlibur’, maka sifatnya hanya sementara bukan? Kalau misalkan kau punya kesempatan itu, apa kau akan melakukannya--kembali ke masa lalumu itu? Lalu apa tujuanmu untuk kembali? Apa yang kau inginkan dari masa lalumu itu? Apa? Aku baru saja mendengar sebuah jawaban! Ya, di antara kalian yang ingin berkunjung ke masa lalu. Aku dengar barusan, kau ingin memperbaiki kesalahanmu di masa lalu? Iya begitu? Tapi bagaimana jika tujuanmu itu ternyata mendatangkan kebalikannya? Alih-alih kau datang untuk tidak mengulangi kesalahanmu, lalu memperbaikinya, tapi yang ada kau malah menemukan kesalahan yang lain. Atau, saat kau ingin menemukan sebuah jawaban dari masa lalumu yang menjadi misteri hingga kini, yang ditutupi oleh seseorang, kemudian saat kau kembali, kau mendapati bahwa dirimulah sendiri yang menjadi penyebab dari kejadian yang kini kau alami,

Ibu, Teh, dan Untuk Perempuan yang Sedang dalam Pelukan

Sumber foto: rebloggy.com             Aryo baru saja akan menyulut sebatang rokok di teras belakang ketika suara deru mesin vespa tua bapak terdengar memasuki halaman depan rumah. Aryo meletakkan rokok yang belum sempat ia sulut itu di bibir asbak lalu segera berjalan membukakan pintu untuk bapak.             “Bapak pulang sendiri? Nggak bareng sama Ibu?” Tanya Aryo sembari menyium punggung tangan bapak.             “Ndak, Ibu masih ada keperluan katanya di kampus. Takut membuat bapak menunggu lama, jadi Ibu menyuruh bapak pulang duluan. Bapak juga lelah sekali, nggak kuat kalau menunggu lama.” Jelas bapak sambil menyandarkan badannya pada punggung kursi rotan yang ada di teras depan. Aryo melirik jam tangannya yang belum ia lepas sedari pulang kuliah tadi siang. Jarum pendeknya hampir mendekati angka lima.             “Aku jemput Ibu dulu, lah, Pak. Udah sore begini, bisa kejebak macet Ibu di jalan. Aku pinjam vespanya ya, Pak.”             Aryo lantas menyambar ja

Masih Ada Hari Esok untuk Kita

Setelah menyelesaikan revisian di beberapa bagian skripsi, saatnya menyiapkan beberapa lembar halaman tambahan untuk abstrak dan kata pengantar. Seperti halnya dengan ucapan terima kasih yang selalu ada di halaman depan sebuah novel, kata pengantar yang akan aku buat pun nggak jauh berbeda dalam hal isinya. Aku sisihkan dua halaman penuh untuk diisi dengan ucapan yang akan aku tujukan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk memudahkan membacanya, aku buat dengan menggunakan poin-poin. Setelah ditujukan kepada keluarga, dosen pembimbing, dan para sahabat, ada ruang untuk menambahkan satu ucapan terima kasih lagi. Awalnya nggak kepikirkan sama sekali akan ditujukan kepada siapa lagi, karena saat itu hanya mereka yang terpikirkan-keluarga, dosen, dan sahabat. Sampai ponselku bergetar singkat dan layarnya menampilkan notifikasi sebuah chat masuk di WhatsApp, aku lantas mulai mengetikan beberapa baris kalimat ucapan terima kasih tamba

Kepada Priaku

Sumber foto: itakephotosofallthethings.tumblr.com Lelah menggerutu pada kedua mata yang enggan terpejam.  Kantuk entah sejak berapa jam yang lalu menyerah untuk membuatku lekas naik ke kasur lalu berselimut.  Kedua mataku itu masih saja terpaku pada percakapan kita barusan pada chat di layar ponselku.  Jariku masih ingin mengetikkan beberapa kata lagi, namun kau menyerah pada kantuk lebih dulu.  Pada berbaris obrolan kita barusan, hatiku kembali pulang setelah mengawang jauh, tinggi. Pada setiap kata-katamu, asa yang masih kurajut kembali terberai.  Begitu jauhkah kau kugapai?  Begitu indahkah ia sampai membuatku tersamar dalam benakmu?  Tak cukupkah jika hanya ada aku?  Ah, sudahlah. Perkara hati sulit ditebak.  Perkara hati selalu saja rumit.  Bagi jiwa yang tak pernah terpaut. Bukan begitukah, wahai priaku?

Mengeluhmu

Sumber foto: imgarcade.com Kau tak mengeluh pada bercangkir kopi hitam, yang mengepul panas di atas meja.  Kau tak mengeluh pada berbatang rokok, seperti yang sering kawanmu sulut di ambang pintu.  Kau tak juga mengeluh pada bergelas vodka, dari meja di sudut bar yang temaram.  Kau cukup mengeluh pada heningnya hati.  Pada lelahnya langkah kaki.  Kau cukup dengan dirimu sendiri.  Tak maukah kau bagi denganku?