Langsung ke konten utama

Time After Time: Mengungkap Rahasia Masa Lalu



Pernah terpikir ingin kembali ke masa lalu?
Atau begini, pernah terpikir hanya untuk ‘berlibur’ ke masa lalu? Karena tujuannya ‘berlibur’, maka sifatnya hanya sementara bukan?
Kalau misalkan kau punya kesempatan itu, apa kau akan melakukannya--kembali ke masa lalumu itu? Lalu apa tujuanmu untuk kembali?
Apa yang kau inginkan dari masa lalumu itu?

Apa? Aku baru saja mendengar sebuah jawaban! Ya, di antara kalian yang ingin berkunjung ke masa lalu. Aku dengar barusan, kau ingin memperbaiki kesalahanmu di masa lalu? Iya begitu?
Tapi bagaimana jika tujuanmu itu ternyata mendatangkan kebalikannya? Alih-alih kau datang untuk tidak mengulangi kesalahanmu, lalu memperbaikinya, tapi yang ada kau malah menemukan kesalahan yang lain. Atau, saat kau ingin menemukan sebuah jawaban dari masa lalumu yang menjadi misteri hingga kini, yang ditutupi oleh seseorang, kemudian saat kau kembali, kau mendapati bahwa dirimulah sendiri yang menjadi penyebab dari kejadian yang kini kau alami, di masa kini.
Oh, oh! Lalu bagaimana jika kau tak menemukan jalan untuk ‘pulang’. Pulang ke masamu di masa depan?

Inilah yang dialami seorang gadis berusia 26 tahun bernama Lasja. Banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya mengenai masa lalunya. Masa lalu ayah dan ibunya. Ibunya yang selalu menjadi misteri untuk dirinya. Dan ayahnya tak pernah mengungkit perihal ibunya itu hingga ia meninggalkan Lasja selama-lamanya. Lalu Lasja menerima sebuah paket berisi kompas yang dikirim dari seorang wanita yang meneleponnya secara misterius.

Karena rasa penasaran yang begitu kuat, akhirnya Lasja pergi ke masa lalunya. Masa ketika ia masih ditimang-timang Ibu. Ya, Lasja bertemu Ibu yang selama ini tak pernah dikenalnya. Selama 26 tahun, Lasja hanya mengenal Ayah, tapi tak dengan Ibu. Dari penuturan Ayah, Ibu meninggal saat kebakaran rumah mereka terjadi, ketika Lasja kecil. Dan seperti rumah mereka, kisah dan kenangan tentang Ibu pun seperti ikut terbakar. Hangus dan lenyap. Akan tetapi Lasja tak pernah menemukan kebakaran itu. Semua yang telah diceritakan Ayah tentang Ibu selama ini hanyalah sebuah bualan. Omong kosong. Kebohongan.

Ketika Lasja bertemu ibu dan ayahnya di masa lalu, dan berteman dengannya, Lasja menemukan jawaban yang selama ini berkecamuk dalam kepalanya. Misteri tentang ibunya--siapa ibunya sebenarnya. Tak seperti jawaban lainnya yang datang untuk menuntaskan sebuah pertanyaan, apa yang Lasja temui malah menghadapkan dirinya dengan rahasia-rahasia lainnya. Ini ibarat teka-teki beruntun. Satu terjawab untuk dihadapkan pada teka-teki berikutnya.

Keadaan Lasja di masa lalu semakin kacau. Ia gamang. Setelah kehilangan kompasnya yang dapat membawanya pulang ke masa depan, Lasja kembali dihadapkan pada persoalan hati yang seperti ingin menjebaknya untuk tetap tinggal di masa lalu. Bagaimana mungkin, saat kau kembali untuk memperbaiki masa lalumu, tapi kau terperangkap oleh cinta pada seseorang yang telah menolongmu selama ‘berlibur’ ke masa lalumu itu? Dan bagaimana jika kau telah berhasil kembali ke masa depanmu, masa kehidupan kinimu, kau kembali bertemu dengan cintamu itu? Cinta yang baru saja berkembang selama beberapa bulan bagimu, tapi puluhan tahun bagi dia? Tapi inilah yang terjadi pada Lasja. Yang menemukan rahasia ibunya sekaligus cintanya di masa lalu.

Time After Time merupakan salah satu dari tiga novel yang dikeluarkan Gagas Media dengan tema time travel. Ceritanya benar-benar mengikuti grafik alur, mulai dari eksposition, raising action, climax, anti-climax, hingga falling action. Berbeda dari alur dari novel yang biasa saya baca yang alurnya kadang terasa turun naik. Kesan pertama saya dapatkan dari kalimat pembuka pada prolog novel ini. Aditia Yudis, penulis novel ini, menulis begini: Pada akhirnya, apa yang dimiliki hanya kenangan. Terkesan dalam dan bermakna. Tetapi selanjutnya, bagi saya sendiri, saya kurang menikmati ceritanya. Saya tidak menemukan kekuatan karakter dari tokoh-tokoh pada awal cerita. Entah, mungkin ini dipengaruhi oleh kesukaan saya pada karakter tokoh yang kuat, juga ekspektasi awal saya yang membayangkan karakter tokoh dengan tema novel seperti ini pastilah unik-unik. Yang kemudian saya temui adalah bosan. Tapi tenang… kebosanan saya itu terbayar ketika cerita mencapai klimaks. Saya terbawa emosi ketika Lasja menemukan jawaban atas rahasia ibunya. Klimaks yang cukup emosional menurut saya pribadi.

Untuk novel bertema time travel seperti ini, ceritanya sendiri cukup sederhana, tidak terkesan rumit bagi pembaca yang kurang begitu suka dengan cerita-cerita seperti ini. Rasa penasaran yang ditimbulkan pun dirasa lumayan. Lumayan untuk menerka-nerka, juga sekaligus untuk segera menuntaskan seluruh ceritanya. Rasanya, novel ini lebih menekankan kepada drama keluarga, karena saya kurang mendapatkan emosional dari kisah cinta tokoh utama sendiri. Oh ya, di beberapa bagian narasi, masih ditemukan kesalahan ketik (typo), seperti satu kata yang berulang dan salah pengetikan hurup kapital di awal kalimat. Novel ini tetap bisa menjadi pilihan untuk kalian yang penasaran dengan tema yang diusung penerbit. Kata terakhir yang bisa saya berikan untuk Time After Time: pas.

Penulis: Aditia Yudis
Penerbit: Gagas Media
Tahun: 2015
Halaman: 280 halaman
ISBN: 979-780-789-4
Harga: Rp 50.000,-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengeluhmu

Sumber foto: imgarcade.com Kau tak mengeluh pada bercangkir kopi hitam, yang mengepul panas di atas meja.  Kau tak mengeluh pada berbatang rokok, seperti yang sering kawanmu sulut di ambang pintu.  Kau tak juga mengeluh pada bergelas vodka, dari meja di sudut bar yang temaram.  Kau cukup mengeluh pada heningnya hati.  Pada lelahnya langkah kaki.  Kau cukup dengan dirimu sendiri.  Tak maukah kau bagi denganku?

Dari Bakmi Kusdi sampai Holland Bakery

Ada yang bertanya kenapa aku mau repot dan capek-capek naik kereta dari Stasiun Jakarta Kota setiap Jumat malam sepulang kerja untuk pulang ke rumah di Bogor, padahal dari arah kantor atau kosanku di Jalan Pemuda-Rawamangun lebih dekat ke Stasiun Manggarai atau naik bus dari Terminal Pulo Gadung? Atau bahkan tidak perlu jauh-jauh sampai Manggarai atau Pulo Gadung, tinggal menunggu di halte bus depan Kampus UNJ pun sebenarnya sudah ada bus ex APTB yang lewat sejam sekali.  Pasti capek, kan? Belum lagi kalau sudah ditambah dengan kemacetan Jakarta di jam-jam pulang kerja, bahkan sampai pukul delapan malam pun masih saja ramai dan padat kendaraan. Juga kondisi Trans Jakarta yang penuh, mana mungkin dapat tempat duduk sedangkan jarak yang ditempuh lumayan jauh, dari Dukuh Atas sampai Kota. Masih harus ditambah dengan jam pulang kerja yang seringnya tidak tepat waktu. Pukul enam tiga puluh adalah waktu yang paling cepat, terkadang bisa sampai pukul delapan lebih.  Jawabanku

Merdeka Berekreasi bersama Sang Kekasih!

"Ayok, kita jalan!" ajakku lusa malam kemarin kepada beberapa teman. "Sorry, Ti, nggak bisa, udah ada acara lain." Seiya sekata mereka memberikan jawaban. Tanggal 17 Agustus di kalender boleh saja sama merah dan menandakan semua orang bebas dari pergi bekerja dan sekolah, tapi belum tentu kau memiliki ketersediaan waktu yang tepat sama. Baik, aku bisa pergi jalan-jalan sendiri. Lebih baik dibandingkan hanya berdiam diri seharian di kamar kosan dan tidak melakukan apa pun selain makan, menonton drama Korea, dan tidur, juga menghindari risiko mengulangi ketiga kegiatan tersebut. Malam tanggal 16 sebelum pergi tidur, alarm kuatur seperti hari-hari kerja biasa. Bahkan aku terbangun lebih awal dibandingkan dengan jam alarm yang telah ku- set . Bangun terpagi di hari libur, gumamku sambil mengucek mata dan meregangkan badan ke kanan dan kiri. Setelah ritual ala anak kosan terselesaikan-mencuci baju dan piring, menyapu, mengepel, dan mandi-aku siap menjelaj