Langsung ke konten utama

Pertemuan untuk Sebuah Perpisahan



Dear Masku,

Kehilangan, pergi ditinggalkan itu tidak pernah tidak terasa menyedihkan meskipun kita tahu kapan waktunya tiba. Tidak pernah menyenangkan sekalipun orang yang akan pergi meninggalkan menjanjikan kita masih dapat bertemu, masih bisa mengobrol seperti biasanya. Kehilangan pasti akan meninggalkan ruang kosong seberapa pun besar kita meyakinkan bahwa setelah ini semuanya akan baik-baik saja, bahwa waktu perlahan-lahan akan mengisi kekosongan itu. Karena pada hakikatnya, yang hilang akan berganti, yang terluka akan sembuh. Hidup memang tentang pindah, berubah, dan berganti kan, Mas? 

Teman dekatku pernah sekali ngewanti-wanti, jangan samakan pertemanan di lingkungan pekerjaan dengan pertemanan ketika jamannya sekolah dulu. Keduanya beda. Begitu juga bagaimana kita harus bersikap dan memosisikan mereka. Tidak ada yang namanya "sudah dianggap seperti keluarga sendiri" di pekerjaan. Jangan terlalu pakai hati, tambahnya kemudian. Anggap biasa saja, murni hanya sebatas urusan kerjaan. Di luar itu, tidak perlu. Apa memang seharusnya seperti itu ya, Mas?

Hari ini menjelang sebulan sebelum kepergian salah satu rekan kerja terdekat dan terbaikku, dan menjelang tiga bulan sebelum rekan kedua menyusul. Kamu pasti akan bilang, aku tidak punya hak untuk menahan apalagi melarang mereka pergi. Dan memang aku tidak sedang berusaha menahan mereka. Aku tahu betul bagaimana perjuangan mereka selama ini, menyaksikan lagi-lagi mereka dikecewakan karena kondisi tidak kunjung berpihak kepada mereka. Aku tahu betul lelah yang mereka rasakan, Mas. Menahan, menghalangi mereka hanya akan menambah kesulitan mereka, kan? 

Masih ada waktu, tapi rasa kehilangan itu sudah ada. Kalau dapat kamu perhatikan, ini hanya ketakutan atas keegoisanku semata. Hanya aku takut merasa sepi setelah mereka pergi. Hanya aku takut semuanya berubah dan tidak akan pernah sama lagi. Hanya aku takut untuk mengenal dan tahu yang baru menggantikan mereka tidak sama. Hanya aku takut bahwa setelah hari itu mungkin tidak pernah kudengar kelakar dan tawa yang sama. Semoga kamu memahami sisi egoisku yang satu ini ya, Mas. 

Tapi...

Bukannya faktor terbesar kita merasa terus termotivasi, kemudian berkembang, dan menambah nilai diri adalah salah satunya karena teman kerja yang mendukung? Aku mendapatkan itu dari mereka, Mas. Aku merasa dihargai atas kerjaku, diberi tahu kalau ada yang keliru, menilai kalau ada yang kurang atau terlalu berlebihan. Aku pun mendapatkan hal lain di luar pekerjaan. Mereka mendengarkan keluh kesahku dan menghiburku. Mereka juga yang menemaniku selama menunggumu datang. Yang semakin aku merasa kehilangan adalah karena mereka tidak mempermasalahkan dari mana kuberasal, seperti apa latar belakang keluarga, pendidikan dan harta orangtuaku. Mereka menerimaku yang sekarang dan mengingatkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi di masa yang akan datang baik soal pekerjaan ataupun individu. 

Kalau kamu ada, pasti akan bilang ini hanya masalah waktu, tidak perlu dipikirkan, nanti juga terbiasa dengan suasana dan orang-orang yang baru. Aku tuh, jeleknya begini ya, Mas, tidak mau ditinggalkan apalagi meninggalkan. Setianya kelewatan kadang-kadang, hehehe. Efek buruk lainnya, aku malah seperti ketergantungan dengan keberadaan mereka. Bagaimana juga aku harus bisa bertahan dan melanjutkan sisa perjalananku sendiri. Ada atau tidaknya mereka, aku harus bisa melakukan sendiri, benar kan? 

Konsep pertemuan untuk sebuah perpisahan itu sungguhan berlaku deh, Mas. 


Image credit: pexels.com

Komentar

  1. Mas, kalau mau pergi, pergi aja... asal jangan php in aku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah! Tolong dicatat dan diingat-ingat ya, Mas. Jangan juga pernah bilang sayangnya ke siapa, jadiannya sama siapa.

      Hapus
  2. ketika ada yang dekat dengan kita akan pergi serasa aad sesuatu yg hilang dari diri kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Rasanya diri kita nggak lagi sama & utuh...

      Hapus
  3. Karena yang berat bukan saat mereka pergi, tapi masa-masa setelah mereka pergi. lah aku ngomong apa sih ini, kebawa suasana tulisannya si mbak ini hehhehee

    BalasHapus
  4. Duh, emang si mas-mas di sana pergi suka ninggalin luka. Mending gausah ketemu sekalian ya huhuhu

    kalo sempat mampir di blog saya ya http://zahraam21.blogspot.com/2017/04/kau-hanya-lupa-bersyukur.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengeluhmu

Sumber foto: imgarcade.com Kau tak mengeluh pada bercangkir kopi hitam, yang mengepul panas di atas meja.  Kau tak mengeluh pada berbatang rokok, seperti yang sering kawanmu sulut di ambang pintu.  Kau tak juga mengeluh pada bergelas vodka, dari meja di sudut bar yang temaram.  Kau cukup mengeluh pada heningnya hati.  Pada lelahnya langkah kaki.  Kau cukup dengan dirimu sendiri.  Tak maukah kau bagi denganku?

Dari Bakmi Kusdi sampai Holland Bakery

Ada yang bertanya kenapa aku mau repot dan capek-capek naik kereta dari Stasiun Jakarta Kota setiap Jumat malam sepulang kerja untuk pulang ke rumah di Bogor, padahal dari arah kantor atau kosanku di Jalan Pemuda-Rawamangun lebih dekat ke Stasiun Manggarai atau naik bus dari Terminal Pulo Gadung? Atau bahkan tidak perlu jauh-jauh sampai Manggarai atau Pulo Gadung, tinggal menunggu di halte bus depan Kampus UNJ pun sebenarnya sudah ada bus ex APTB yang lewat sejam sekali.  Pasti capek, kan? Belum lagi kalau sudah ditambah dengan kemacetan Jakarta di jam-jam pulang kerja, bahkan sampai pukul delapan malam pun masih saja ramai dan padat kendaraan. Juga kondisi Trans Jakarta yang penuh, mana mungkin dapat tempat duduk sedangkan jarak yang ditempuh lumayan jauh, dari Dukuh Atas sampai Kota. Masih harus ditambah dengan jam pulang kerja yang seringnya tidak tepat waktu. Pukul enam tiga puluh adalah waktu yang paling cepat, terkadang bisa sampai pukul delapan lebih.  Jawabanku

Merdeka Berekreasi bersama Sang Kekasih!

"Ayok, kita jalan!" ajakku lusa malam kemarin kepada beberapa teman. "Sorry, Ti, nggak bisa, udah ada acara lain." Seiya sekata mereka memberikan jawaban. Tanggal 17 Agustus di kalender boleh saja sama merah dan menandakan semua orang bebas dari pergi bekerja dan sekolah, tapi belum tentu kau memiliki ketersediaan waktu yang tepat sama. Baik, aku bisa pergi jalan-jalan sendiri. Lebih baik dibandingkan hanya berdiam diri seharian di kamar kosan dan tidak melakukan apa pun selain makan, menonton drama Korea, dan tidur, juga menghindari risiko mengulangi ketiga kegiatan tersebut. Malam tanggal 16 sebelum pergi tidur, alarm kuatur seperti hari-hari kerja biasa. Bahkan aku terbangun lebih awal dibandingkan dengan jam alarm yang telah ku- set . Bangun terpagi di hari libur, gumamku sambil mengucek mata dan meregangkan badan ke kanan dan kiri. Setelah ritual ala anak kosan terselesaikan-mencuci baju dan piring, menyapu, mengepel, dan mandi-aku siap menjelaj