Langsung ke konten utama

Jodoh Datang Setepatnya

Kejutan itu datang di bulan penutup tahun 2016 lalu. Menyurutkan kekesalan pada seorang teman beberapa jam sebelumnya, seketika menjadi kegirangan yang masih terasa seperti bualan supaya rasa kesalku cepat reda. Endah, sahabatku semasa sekolah menengah atas dulu, dilamar oleh kekasihnya, Fajar. Lamarannya baru terjadi sekadar di antara mereka berdua, belum sampai pada prosesi lamaran sebenarnya yang disaksikan dua pihak keluarga. Ini memang sebuah kejutan besar, karena di pertemuan terakhir kami sama sekali nggak ada pembahasan soal rencana ini. Endah pun kalau ditanya masih menjawab, "Masih lama, paling dua sampai tiga tahun lagi gue baru nikah." Tapi, ternyata waktu terbaiknya menurut Tuhan nggak sampai dua-tiga tahun seperti yang Endah selalu katakan. 

Sebagai sahabat pastinya senang walau kadarnya nggak 100% hehehe. Langsung kebayang akan ditinggal jauh oleh sahabat yang susah-senang, waras-gila, sehat-sakitnya selalu dibagi bersama. Untungnya, rasa khawatir itu cuma timbul sedikit dan nggak lama. Selebihnya ikutan heboh mengurus persiapan lamaran sampai nikahannya. Akhirnya, tanggal 1 April 2017, Fajar dengan satu tarikan napas melafal ijab setelah Ayah Endah mengucap kabul. Aku sendiri yang mengantarkan Endah dari ruang rias menemui sang suami. Melihat 'serah terima' si mempelai wanita dari sang ayah ke si suami. Nggak usah ditanya sudah habis tisu berapa lembar meski prosesi sungkeman belum berlangsung.

Mr. & Mrs. Fajar

Hal ini kembali terulang dengan dua sahabatku lainnya, Wulan dan Yeni. Di pertemuan kita di awal tahun 2017 juga sama sekali nggak menunjukkan kalau kedua perempuan yang tanggal lahirnya beda seminggu ini akan menikah cepat. Kalau Yeni, kami sebenarnya punya prediksi masing-masing sebagai sahabat. Dia sudah berpacaran dengan Ridwan dari awal masa kuliah kami, berarti sampai 2017 lalu itu mereka sudah jalan bareng selama kurang lebih enam tahun. Iya, mereka enam tahun pacarannya, aku enam tahun ngejomblonya. Soal nikah kapan, kalau nggak tahun ini, ya paling tahun depan. Intinya nggak akan menunggu waktu lama lagi. Toh, keduanya kalau ditanya sudah sama-sama siap untuk berumah tangga. 

Yang masih misterius waktu itu, ya si Wulan ini. Ditanya kapan, pasti jawabannya, "Pasti duluan Yeni, Evi, kalau nggak Titi." Sempat kenal dan dekat dengan beberapa lelaki, tapi selalu nggak ada kelanjutan dan kabar bahagianya. Kalau bukan karena lelakinya brengsek, pasti dianya sendiri yang masih ragu yang langsung memilih mundur. Selama mengenalnya, baik-buruk sifatnya, memang agak susah buat Wulan punya cowok. Bukan karena pemilih, tapi hatinya itu lho, susah sayang sama orang. Bebal kalau kita orang bilang. 

Lalu dari pertemuan di awal tahun itu sampai sehabis lebaran pun keduanya nggak menunjukkan akan sebar undangan dan kasih kain buat dijahit jadi seragaman. Tapi, lagi-lagi Tuhan mempercepat prediksi kami, bahkan orang yang bersangkutan. Undangan beserta kain untuk the bridesmaid datang dua sekaligus. Yeni? Of course we're soooo happy! But, Wulan? Si cewek bebal ini? Akhirnya ada juga lelaki yang bisa menekuk lutut hatinya, bilang "Yes I do" waktu dilamar, dan rela tinggal di luar pulau mengikuti sang suami walau katanya mau ke mana-mana susah dan jauh. Tanggal 5 dan 11 November 2017 jadi hari bersejarah lainnya. Masih nggak percaya? Masih! Bayankan aja, tiga orang sahabat sekaligus dalam satu tahun naik pelaminan!

Wulan & Yeni's Bridal Shower dalam tema Ala Kadarnya

Yeni & The Bridesmaids

Wulan & Her Husband

Dari cerita panjang soal tiga pernikahan mengejutkan ini memberi aku satu pembelajaran lagi di dalam hidup. Semua sudah diatur Tuhan--jodoh, rejeki, maut. Nggak ada yang datang terlalu cepat atau terlalu lambat. Semua datang di waktu yang tepat. Kalau bukan sekarang, berarti masih harus belajar sabar dan ikhlas. Namanya manusia, tetap aja mempertanyakan, "Giliranku kapan, Tuhan?" Masih aja nggak sabaran. Penginnya begitu berdoa, langsung dikasih kontan tanpa menunggu lama lagi. Kalau kamu merasa begitu, kita sama. Aku juga masih sering maksa doanya minta dikabulkan sesegera mungkin.

Dan saat lagi 'kumat' begitu, aku dipertemukan oleh Arabela dan Dimitri dalam novel Rainbow After The Rain karangan Angelique Puspadewi. Dari sinopsis di cover belakangnya sih, nggak jauh soal percintaan, I guess. Tapi setelah baca 30-40 halaman pertama, kok nuansanya islami banget, ya? Banyak kutipan ayat, hadis, dan kalimat-kalimat nasihat penyejuk hati. Bagaimana kita bersikap dengan lawan jenis, bagaimana kita mencintai Sang Pencipta, bagaimana kita sabar dan bersyukur. Aku nggak akan bahas soal kualitas ceritanya di sini. Aku tertarik dengan angle yang diambil oleh penulis. Sepanjang cerita seakan diberi siraman rohani saat hati lagi galau-galaunya.

Rainbow After The Rain by Angelique Puspadewi

Salah satu bagian cerita yang menyejukkan hati

Arabel yang mendapat hidayah. Dimitri yang soleh calon menantu idaman para ibu buat jadi suami anak gadisnya. Dari kedua tokoh ini aku diingatkan kembali bahwa perempuan yang baik untuk lelaki yang baik. Juga soal datangnya jodoh. Semua datang sesuai waktunya. Kun fayakun. Jadilah! Maka terjadilah. Dia Yang Maha Berkehendak. Dia Yang Maha Mengatur hati manusia. Dia yang membolak-balikkan perasaan manusia. Dia Yang Maha Baik dan Maha Tahu. Arabel dan Dimitri hanya tokoh fiktif. Ada Endah, Wulan, dan Yeni sebagai bukti di kehidupan nyataku. "Semoga datang yang baik setepatnya ya, Ti," hibur Wulan kalau mulai galau-galauan soal jodoh di grup WhatsApp. Skenario Tuhan nggak pernah gagal, salah, atau jelek, bukan? 

Wulan's Wedding Ring

Let love grow ^^

"Sesuatu yang menurutmu baik, belum tentu yang terbaik menurut Tuhan. Suatu yang menurutmu buruk, belum tentu buruk menurut Tuhan," kata Arabela dan, "Jadikan sabar dan salat sebagai penolong dan penghiburmu," kata Dimitri.

Selamat jatuh cinta lagi dengan-Nya. Semoga setepatnya bertemu dengan dia yang terkasih :)  

Komentar

  1. Aaaaaaaa titiiiiiiiiiiii aku terheruuuuuuuu :''''''''') setepatnya ya geuliiiiiis bismillah, suka unexpectedly, misterius misterius gimana gituuuu si jodoh teh

    BalasHapus
    Balasan
    1. AAMIIINNNN! Hahahahaa.. jangan bosen buat ngingetin ya, Lan :')

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengeluhmu

Sumber foto: imgarcade.com Kau tak mengeluh pada bercangkir kopi hitam, yang mengepul panas di atas meja.  Kau tak mengeluh pada berbatang rokok, seperti yang sering kawanmu sulut di ambang pintu.  Kau tak juga mengeluh pada bergelas vodka, dari meja di sudut bar yang temaram.  Kau cukup mengeluh pada heningnya hati.  Pada lelahnya langkah kaki.  Kau cukup dengan dirimu sendiri.  Tak maukah kau bagi denganku?

Dari Bakmi Kusdi sampai Holland Bakery

Ada yang bertanya kenapa aku mau repot dan capek-capek naik kereta dari Stasiun Jakarta Kota setiap Jumat malam sepulang kerja untuk pulang ke rumah di Bogor, padahal dari arah kantor atau kosanku di Jalan Pemuda-Rawamangun lebih dekat ke Stasiun Manggarai atau naik bus dari Terminal Pulo Gadung? Atau bahkan tidak perlu jauh-jauh sampai Manggarai atau Pulo Gadung, tinggal menunggu di halte bus depan Kampus UNJ pun sebenarnya sudah ada bus ex APTB yang lewat sejam sekali.  Pasti capek, kan? Belum lagi kalau sudah ditambah dengan kemacetan Jakarta di jam-jam pulang kerja, bahkan sampai pukul delapan malam pun masih saja ramai dan padat kendaraan. Juga kondisi Trans Jakarta yang penuh, mana mungkin dapat tempat duduk sedangkan jarak yang ditempuh lumayan jauh, dari Dukuh Atas sampai Kota. Masih harus ditambah dengan jam pulang kerja yang seringnya tidak tepat waktu. Pukul enam tiga puluh adalah waktu yang paling cepat, terkadang bisa sampai pukul delapan lebih.  Jawabanku

Merdeka Berekreasi bersama Sang Kekasih!

"Ayok, kita jalan!" ajakku lusa malam kemarin kepada beberapa teman. "Sorry, Ti, nggak bisa, udah ada acara lain." Seiya sekata mereka memberikan jawaban. Tanggal 17 Agustus di kalender boleh saja sama merah dan menandakan semua orang bebas dari pergi bekerja dan sekolah, tapi belum tentu kau memiliki ketersediaan waktu yang tepat sama. Baik, aku bisa pergi jalan-jalan sendiri. Lebih baik dibandingkan hanya berdiam diri seharian di kamar kosan dan tidak melakukan apa pun selain makan, menonton drama Korea, dan tidur, juga menghindari risiko mengulangi ketiga kegiatan tersebut. Malam tanggal 16 sebelum pergi tidur, alarm kuatur seperti hari-hari kerja biasa. Bahkan aku terbangun lebih awal dibandingkan dengan jam alarm yang telah ku- set . Bangun terpagi di hari libur, gumamku sambil mengucek mata dan meregangkan badan ke kanan dan kiri. Setelah ritual ala anak kosan terselesaikan-mencuci baju dan piring, menyapu, mengepel, dan mandi-aku siap menjelaj