Langsung ke konten utama

Temu Seru

Photo by Nathan Dumlao on Unsplash

"Ada series yang seru nggak? Give me recommendation, lah. Gue ngulang Friends lagi dan lagi." Kataku ke Ronald yang baru datang. Bukannya nanya kabar terlebih dahulu, malah ributin film. Yaa, soalnya udah ketebak doi bakal jawab apa. Nggak jauh dari, "Masih gini-gini aja gue mah, Ti." FYI, gini-gini aja Ronald itu berarti dia udah bisa bahasa Perancis atau bahasa asing lainnya, lagi apply beasiswa ke US atau Ausi, ngajar privat anak-anak orang kaya yang bayarannya guede, udah baca 20 buku dalam waktu tiga bulan. So, langsung nanya hal lain aja, deh. Daripada ditanya balik, terus jawaban aku B aja gitu. Nggak jauh dari kerja-makan-nonton-tidur and repeat wkwkwk.


Ronald, Si Gitu-gitu Aja

Dari sekian banyak teman kuliah, Ronald, Evi, Wulan dan Yeni yang makin susah mencocokan waktu ketemuan karena diboyong sang suami, Adri atau Fariz yang masih sering main bareng. Setelah lulus dan mencari arah jalan hidup masing-masing (dih ileh bahasanya), mereka inilah yang sampai saat ini masih enak, nyambung, dan seru buat diajak ngobrol banyak hal (tenang, kamu juga termasuk, kok ^_^). Kalau sama mereka pasti nggak jauh dari soal buku, film, kopi, materi dan tugas kuliah dulu, tempat ngopi yang asyik, media sosial, resep masakan, parenting ataupun menulis. Kesemua bahasan itu biasanya mengalir begitu aja dari satu topik lalu menyambung ke topik lainnya. Nggak pernah secara sadar kami urutkan harus selalu begitu, sih. Tapi dari sekian banyak pertemuan dan obrolan kami, pasti melulu tentang itu tadi.


Hot Cappuccino by Cohere

Kami bisa mengobrol seharian seperti itu di satu tempat, seperti nggak pernah ada habisnya, seperti nggak ada hari besok, sampai berkali-kali pesan makanan. Biasanya baru bubar di gelas kopi kedua atau ketiga ketika persediaan uang di dompet tinggal seribu-dua ribu. Untung nggak setip minggu atau bulan kayak begini, bisa tekor wkwkwk. Obrolan lupa waktu ini aku yakini karena adanya shared knowledge atau pengetahuan bersama yang kami miliki. Shared knowledge ini dirasa penting dalam menciptakan obrolan yang menyenangkan. Obrolan yang mengalir seperti ini menandakan bahwa partisipasi memahami topik pembicaraan walau cuma sedikit. Bukannya obrolan seperti ini yang selalu kita inginkan? Kan, garing kalau baru ngobrol sebentar terus nggak tau mau bahas apa lagi karena nggak tau apa yang lagi diomongin. Ujung-ujungnya diam dan mainin hp.

Dari suatu obrolan yang dilakukan, kita juga pengin obrolan tersebut menghasilkan sesuatu, lebih besarnya lagi bisa memberikan atau mendapat pengaruh yang positif. Apa pun itu bentuknya. Pemahaman baru, referensi buku bagus, cara mencapur kopi dan creamer yang benar. Tanpa kita sadari nyatanya banyak hal yang perlu diperhatikan saat kita melakukan suatu komunikasi supaya obrolan yang ada menuju ke arah yang sama.


Cohere

Di samping shared knowledge yang kusebutkan di atas, ada aspek lainnya yaitu yang terangkum dalam akronim SPEAKING menurut Dell Hyme, yang meliputi Setting & Scene, Participants, Ends, Act Sequence, Key, Instrumentalities, Norms, dan Genre
  • Setting & scene: setting merujuk pada waktu dan tempat, sedangkan scene pada latar psikologis. Saat mengobrol bertatap muka langsung dengan di WhatsApp pastinya akan berbeda walau yang dibicarakan adalah hal yang sama.
  • Participants: dengan siapa kita mengobrol? Jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, karakter, dan atribut lainnya yang melekat di diri lawan bicara kita.
  • Ends: tujuan kita melakukan komunikasi. Memberitahu, menasihati, menegur, meminta sesuatu. Kalau nggak tepat cara menyampaikannya, tujuan komunikasi itu nggak akan tercapai.
  • Act sequence: komunikasi itu berurutan dan berkaitan satu dengan yang lainnya. 
  • Key: ini berkaitan dengan nada suara kita. Sendu, marah, antusias, girang, ramah, kasar, bersahabat. Nada di sini bukan mengacu kepada tinggi rendahnya suara kita, ya.
  • Instumentalities: ragam yang digunakan. Ini tentu aja disesuaikan dengan tujuan kita berkomunikasi. Cara berbicara saat presentasi materi kuliah atau kerja pasti berbeda kan, dengan saat kita nongkrong di coffee shop dengan teman dekat.
  • Norms: berhubungan dengan aturan sosial di keseharian. Contohnya, kita diajarkan bahwa memotong pembicaraan orangtua itu nggak sopan. 
  • Genre: wacana yang digunakan. Bisa bicara langsung, lewat socmed, aplikasi chat, surat, atau blog post.

Ribet juga, ya? Padahal cuma pengin ngobrol hihihi. Tapi, tanpa adanya aspek-aspek ini obrolan yang kita lakukan berjalan tanpa tujuan. Hasilnya nggak efektif dan efisien. Makanya, aku senang saat aku mengeluarkan satu topik pembicaraan lawan bicaraku dapat menimpalinya, apalagi kalau bisa menambahkan hal yang aku nggak tau. Waktu temu jadi seru. Pulang bisa bawa buku pinjaman, nambah daftar film. Yang nggak kalah pentingnya adalah bisa mengisi energi tubuh dengan hal-hal positif sesudahnya. Kita pengin saling memberi dan mengingatkan untuk hal-hal baik, kan? Mengutip tweet dari Bu Tami, salah satu dosen kami,
  Friends are those who make you grow.
Titi di salah satu sudut kece Cohere

Komentar

  1. Ya, harusnya sih tiap pertemuan dengan teman. Baik yang lama maupun baru ya kalo memang bener-bener teman, ya sharing knowledge. Gitu sih. Cuman ya, 'kadang' nemu juga 'teman' yang bukannya sharing tapi malah grabbing our attention sama apa yang udah dia capai. Ah, belibet amat bahasanya (baca: pamer).

    Ehehehheehhehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya kalo memang bisa nyambung. Tapi nggak semuanya bisa begitu. Kalo nyambung syukur, nggak nyambung yaa perlu disamakan dulu frekuensi. Dicari aja terus gelombangnya sampai sama.

      Pamer itu selalu dikonotasikannya negatif ya? Kalo kita bisa menyikapinya positif, pamernya dia bisa melecut diri kita lagi. Yagakseh?

      Ehehehehehehehe

      Hapus
  2. Kalau abis ketemu gue pulangnya bawa apa? Gossip baru ya...

    BalasHapus
  3. Udah susah sekatang ketemu temen kuliah atau sekolah. Nyari waktunya yang suka ga pas. Paling ketemu tmn skul kalo habis lebaran 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang satu kota pun masih susah cari waktunya, Mbak. Apalagi yang udah mencar ke kota lain hihihi. Iya paling kalau ada yang ngadain halal bihalal sehabis lebaran, ya. Semoga walaupun sulit ketemu langsung tapi tetep bisa saling kontek lewat chat atau socmed ^^.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengeluhmu

Sumber foto: imgarcade.com Kau tak mengeluh pada bercangkir kopi hitam, yang mengepul panas di atas meja.  Kau tak mengeluh pada berbatang rokok, seperti yang sering kawanmu sulut di ambang pintu.  Kau tak juga mengeluh pada bergelas vodka, dari meja di sudut bar yang temaram.  Kau cukup mengeluh pada heningnya hati.  Pada lelahnya langkah kaki.  Kau cukup dengan dirimu sendiri.  Tak maukah kau bagi denganku?

Dari Bakmi Kusdi sampai Holland Bakery

Ada yang bertanya kenapa aku mau repot dan capek-capek naik kereta dari Stasiun Jakarta Kota setiap Jumat malam sepulang kerja untuk pulang ke rumah di Bogor, padahal dari arah kantor atau kosanku di Jalan Pemuda-Rawamangun lebih dekat ke Stasiun Manggarai atau naik bus dari Terminal Pulo Gadung? Atau bahkan tidak perlu jauh-jauh sampai Manggarai atau Pulo Gadung, tinggal menunggu di halte bus depan Kampus UNJ pun sebenarnya sudah ada bus ex APTB yang lewat sejam sekali.  Pasti capek, kan? Belum lagi kalau sudah ditambah dengan kemacetan Jakarta di jam-jam pulang kerja, bahkan sampai pukul delapan malam pun masih saja ramai dan padat kendaraan. Juga kondisi Trans Jakarta yang penuh, mana mungkin dapat tempat duduk sedangkan jarak yang ditempuh lumayan jauh, dari Dukuh Atas sampai Kota. Masih harus ditambah dengan jam pulang kerja yang seringnya tidak tepat waktu. Pukul enam tiga puluh adalah waktu yang paling cepat, terkadang bisa sampai pukul delapan lebih.  Jawabanku

Merdeka Berekreasi bersama Sang Kekasih!

"Ayok, kita jalan!" ajakku lusa malam kemarin kepada beberapa teman. "Sorry, Ti, nggak bisa, udah ada acara lain." Seiya sekata mereka memberikan jawaban. Tanggal 17 Agustus di kalender boleh saja sama merah dan menandakan semua orang bebas dari pergi bekerja dan sekolah, tapi belum tentu kau memiliki ketersediaan waktu yang tepat sama. Baik, aku bisa pergi jalan-jalan sendiri. Lebih baik dibandingkan hanya berdiam diri seharian di kamar kosan dan tidak melakukan apa pun selain makan, menonton drama Korea, dan tidur, juga menghindari risiko mengulangi ketiga kegiatan tersebut. Malam tanggal 16 sebelum pergi tidur, alarm kuatur seperti hari-hari kerja biasa. Bahkan aku terbangun lebih awal dibandingkan dengan jam alarm yang telah ku- set . Bangun terpagi di hari libur, gumamku sambil mengucek mata dan meregangkan badan ke kanan dan kiri. Setelah ritual ala anak kosan terselesaikan-mencuci baju dan piring, menyapu, mengepel, dan mandi-aku siap menjelaj