Langsung ke konten utama

Jangan Biarkan Pudar


Sumber foto: iam-ican-iwill.blogspot.com



Dear Dzalika,


Aku tengah berkutat dengan skripsiku ketika kau tiba-tiba mengirimiku sebuah pesan. Kukira hanya balasan dari obrolan kita yang sempat terhenti kemarin. Tapi ternyata bukan. Ada hal lain yang kau kabarkan padaku lewat empat bari pesan yang kau kirimkan via WhatsApp. Pesan itu bernada serius dan aku tahu pasti kepanikanmu bertambah sekian puluh persen setelah sebelumnya kau bilang kau panik karena terkunci di dalam rumah. Setelah membaca baik-baik pesanmu itu, kutinggalkan sejenak kerjaanku sedari subuh tadi dengan setumpuk buku lalu mematikan layar laptopku. Kuluangkan waktuku yang tak banyak untuk sekadar menemanimu bicara dan membagi sedikit kegelisahan yang memerangkap dirimu tiba-tiba. Aku tidak berharap banyak dapat membantumu menyelesaikan masalah yang sedang kau hadapi, namun setidaknya aku dapat kau andalkan untuk sekadar mendengarkan keluh kesah dan meringankan kegelisahanmu. Bukan itukah yang kau inginkan? Aku tahu jika sudah begini, kau tidak membutuhkan bantuan berupa materi atau pun tindakan nyata agar masalahmu segera selesai. Kau hanya perlu seseorang yang dapat mendengarkan dan menemanimu bertukar cerita. Apa yang kulakukan untukmu memang tak bernilai apa-apa. Tak juga dapat dikatakan berharga. Aku hanya merasa perlu melakukannya, karena kita telah menjadi dari bagain hidup kita satu sama lain.

Anggap saja apa yang kulakukan hari ini untukmu adalah sebuah balas budi padamu. Untuk ucapanmu yang menguatkanku saat aku harus kehilangan sosok seorang ibu untuk selama-lamanya. Untuk setiap pelukan hangat saat kita bertemu. Untuk obrolan panjang soal sang gebetan yang rasanya tak akan ada habisnya. Untuk semangatnya yang kau tularkan agar aku terus menulis dan berkarya. Untuk setiap doa yang kau hamburkan demi kebaikanku. Untuk setiap mimpi-mimpi bersama yang kau percayakan kelak akan menjadi kenyataan. Dan, untuk setiap rasa percaya yang kau tanam pada pertemanan ini.

Lewat secarik surat yang sungguh sangat biasa ini, aku hanya ingin berbagi semangat padamu. Yakinlah kau mampu melewati masalah ini. Kau hanya perlu percaya, bahwa setiap masalah, setiap ujian yang menghamipirmu, akan ada bagian akhirnya. Jadikan doa sebagai penguat langkahmu. Kau harus yakin pada dirimu sendiri, karena aku pun menitipkan keyakinan diriku padamu bahwa kau bisa melewati masalah ini. Selesaikan dengan baik, lalu lihat apa yang bisa kau dapatkan sebagai hasilnya. Kau lihat bukan? Bagaimana Tuhan telah bicara padamu lewat kejadian hari ini? Anggaplah Ia sengaja menguncimu pagi ini di dalam rumah agar kau tak jadi pergi ke acara yang sudah kau rencanakan untuk kau hadiri siang ini, semata agar kau menyelesaikan masalahmu secepatnya. Dengan cara-Nya yang tak terduga, Ia menunjukkan kasih sayang dan pertolongan-Nya padamu. Kau tinggal menambah keyakinanmu pada-Nya, bahwa Ia tidak akan meninggalkanmu sendirian dalam keadaan susah.

Jangan biarkan semangatmu pudar,
Jangan biarkan keyakinan pada dirimu sendiri hilang,
Jangan biarkan kepercayaandirimu luruh...


Sincerely,

T

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengeluhmu

Sumber foto: imgarcade.com Kau tak mengeluh pada bercangkir kopi hitam, yang mengepul panas di atas meja.  Kau tak mengeluh pada berbatang rokok, seperti yang sering kawanmu sulut di ambang pintu.  Kau tak juga mengeluh pada bergelas vodka, dari meja di sudut bar yang temaram.  Kau cukup mengeluh pada heningnya hati.  Pada lelahnya langkah kaki.  Kau cukup dengan dirimu sendiri.  Tak maukah kau bagi denganku?

Dari Bakmi Kusdi sampai Holland Bakery

Ada yang bertanya kenapa aku mau repot dan capek-capek naik kereta dari Stasiun Jakarta Kota setiap Jumat malam sepulang kerja untuk pulang ke rumah di Bogor, padahal dari arah kantor atau kosanku di Jalan Pemuda-Rawamangun lebih dekat ke Stasiun Manggarai atau naik bus dari Terminal Pulo Gadung? Atau bahkan tidak perlu jauh-jauh sampai Manggarai atau Pulo Gadung, tinggal menunggu di halte bus depan Kampus UNJ pun sebenarnya sudah ada bus ex APTB yang lewat sejam sekali.  Pasti capek, kan? Belum lagi kalau sudah ditambah dengan kemacetan Jakarta di jam-jam pulang kerja, bahkan sampai pukul delapan malam pun masih saja ramai dan padat kendaraan. Juga kondisi Trans Jakarta yang penuh, mana mungkin dapat tempat duduk sedangkan jarak yang ditempuh lumayan jauh, dari Dukuh Atas sampai Kota. Masih harus ditambah dengan jam pulang kerja yang seringnya tidak tepat waktu. Pukul enam tiga puluh adalah waktu yang paling cepat, terkadang bisa sampai pukul delapan lebih.  Jawabanku

Merdeka Berekreasi bersama Sang Kekasih!

"Ayok, kita jalan!" ajakku lusa malam kemarin kepada beberapa teman. "Sorry, Ti, nggak bisa, udah ada acara lain." Seiya sekata mereka memberikan jawaban. Tanggal 17 Agustus di kalender boleh saja sama merah dan menandakan semua orang bebas dari pergi bekerja dan sekolah, tapi belum tentu kau memiliki ketersediaan waktu yang tepat sama. Baik, aku bisa pergi jalan-jalan sendiri. Lebih baik dibandingkan hanya berdiam diri seharian di kamar kosan dan tidak melakukan apa pun selain makan, menonton drama Korea, dan tidur, juga menghindari risiko mengulangi ketiga kegiatan tersebut. Malam tanggal 16 sebelum pergi tidur, alarm kuatur seperti hari-hari kerja biasa. Bahkan aku terbangun lebih awal dibandingkan dengan jam alarm yang telah ku- set . Bangun terpagi di hari libur, gumamku sambil mengucek mata dan meregangkan badan ke kanan dan kiri. Setelah ritual ala anak kosan terselesaikan-mencuci baju dan piring, menyapu, mengepel, dan mandi-aku siap menjelaj