Langsung ke konten utama

Pagi Masih Menyapa


Sumber foto: pinterest.com


Selamat datang kembali, Pagi!
Apa kabarmu hari ini? Kau tampak tak secerah biasanya. Saat membuka gorden dan jendela kamarku tadi, sinarmu tampak redup kulihat. Apa karena awan mendung yang sudah mendahuluimu terjaga dari tidur lelapmu? Hingga kau terlambat menyapa bumi? Kuharap kau baik-baik saja dan lekas hadir bersama kami, para manusia bumi, yang menanti kisah baru yang kau suguhkan. Ya, kami, para penanti untuk kau ajak dan juga kau percayakan untuk merasakan hidup sehari lagi. 

Sudah lama sebenarnya aku ingin menulis surat ini untukmu. Namun aku tak pernah tahu harus kutitipkan kepada siapa agar sampai kepadamu. Kepada angin? Aku tak begitu percaya padanya. Ia sering kali mengacau. Pokoknya ribut sekalilah dia itu. Takut-takut jika kutitipkan surat ini pada angin, ia tak langsung menyampaikannya padamu. Ia pasti akan berkeliling dahulu ke belahan bumi lain dan bisa saja suratku malah jatuh entah di belahan bumi mana. Kepada petang? Kudengar dari pengakuannya di suatu malam yang dingin sehabis hujan seharian, kalian memang bersaudara, bersaudara kandung tepatnya, tapi kalian tak pernah akur. Jadi aku ragu menitipkan padanya, karena dari pengakuannya bicara padamu saja dia tak pernah. Dan ketika aku masih memikirkan kepada siapa kudapat titipkan surat ini, lalu ada seorang tukang pos cantik dengan fixie yang selalu menemaninya keliling dari satu rumah ke rumah lain yang bersedia mengantarkan suratku padamu. Kau perlu tahu, Pagi, si tukang pos cantik itu mampu mengantarkan surat-surat ke mana pun. Bahkan hingga belahan dunia yang sangat jauh sekalipun. Surat-surat yang dia antarkan pun beragam, ada surat cinta, surat peringatan, surat undangan pernikahan atau sunatan, surat dagang, surat kuasa, surat PHK, surat kaleng, surat teror, surat panggilan tahanan, hingga surat kematian. Hebat sekali bukan dia? Nanti kalau kau bertemu dengannya, jangan lupa, ya, ucapakan salam dan terima kasih.

Okay, jadi begini sebenarnya, lewat surat ini aku ingin mengucapkan kekagumanku padamu. Aku kagum pada keindahan dan pesona dirimu, Pagi. Kau selalu hadir dengan wajah yang cerah. Bersama sinar mentari yang masuk lewat kisi-kisi jendela kamarku, kau semakin tampak elok dipandang. Kau hadir membawa harapan baru. Kau menjanjikan kisah lain untukku. Kehadiranmu kuartikan sebagai semangat baru. Saat kau datang, aku tahu ada beban dan kegelisahan yang telah berlalu. Kau datang sebagai alasan bahwa kemarin telah berhasil dilalui. Kau menyapa sekali lagi hari ini sebagai alasan aku masih dicintai Tuhan. Kau hadir kembali sebagai alasan bahwa tak ada yang perlu kurisaukan tentang hari kemarin. Kehadiranmu menandakan aku berhak menuliskan satu kisah lagi dalam hidupku. Dengan penuh cinta, semangat, kerja keras, mimpi, dan perjuangan.

Terima kasih atas rasa yang tak pernah bosan darimu untuk kembali menyapa diriku dan mengajakku untuk segera keluar dari balik selimut hangatku. Terima kasih pula atas waktumu saat menemaniku bersiap pergi kuliah dan bekerja, juga saat aku menyantap makan pertamaku hari itu, atau hanya sekadar menikmati secangkir kopi atau teh dan setangkup roti keju di teras rumah saat akhir pekan. Terima kasih selalu menjadi teman yang menyuguhkan diriku harapan dan semangat baru.

Kembali lagilah esok. Aku masih ingin melihatmu kembali menyapa. Dari balik kaca jendela kamarku yang berembun.


Penuh kasih,


T



Komentar

  1. Jarang-jarang nemu surat puitis gini, hebat kak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wohoho.. makasih :D
      jadi sebenernya ini surat atau puisi ya kalau gitu? :p

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengeluhmu

Sumber foto: imgarcade.com Kau tak mengeluh pada bercangkir kopi hitam, yang mengepul panas di atas meja.  Kau tak mengeluh pada berbatang rokok, seperti yang sering kawanmu sulut di ambang pintu.  Kau tak juga mengeluh pada bergelas vodka, dari meja di sudut bar yang temaram.  Kau cukup mengeluh pada heningnya hati.  Pada lelahnya langkah kaki.  Kau cukup dengan dirimu sendiri.  Tak maukah kau bagi denganku?

Dari Bakmi Kusdi sampai Holland Bakery

Ada yang bertanya kenapa aku mau repot dan capek-capek naik kereta dari Stasiun Jakarta Kota setiap Jumat malam sepulang kerja untuk pulang ke rumah di Bogor, padahal dari arah kantor atau kosanku di Jalan Pemuda-Rawamangun lebih dekat ke Stasiun Manggarai atau naik bus dari Terminal Pulo Gadung? Atau bahkan tidak perlu jauh-jauh sampai Manggarai atau Pulo Gadung, tinggal menunggu di halte bus depan Kampus UNJ pun sebenarnya sudah ada bus ex APTB yang lewat sejam sekali.  Pasti capek, kan? Belum lagi kalau sudah ditambah dengan kemacetan Jakarta di jam-jam pulang kerja, bahkan sampai pukul delapan malam pun masih saja ramai dan padat kendaraan. Juga kondisi Trans Jakarta yang penuh, mana mungkin dapat tempat duduk sedangkan jarak yang ditempuh lumayan jauh, dari Dukuh Atas sampai Kota. Masih harus ditambah dengan jam pulang kerja yang seringnya tidak tepat waktu. Pukul enam tiga puluh adalah waktu yang paling cepat, terkadang bisa sampai pukul delapan lebih.  Jawabanku

Merdeka Berekreasi bersama Sang Kekasih!

"Ayok, kita jalan!" ajakku lusa malam kemarin kepada beberapa teman. "Sorry, Ti, nggak bisa, udah ada acara lain." Seiya sekata mereka memberikan jawaban. Tanggal 17 Agustus di kalender boleh saja sama merah dan menandakan semua orang bebas dari pergi bekerja dan sekolah, tapi belum tentu kau memiliki ketersediaan waktu yang tepat sama. Baik, aku bisa pergi jalan-jalan sendiri. Lebih baik dibandingkan hanya berdiam diri seharian di kamar kosan dan tidak melakukan apa pun selain makan, menonton drama Korea, dan tidur, juga menghindari risiko mengulangi ketiga kegiatan tersebut. Malam tanggal 16 sebelum pergi tidur, alarm kuatur seperti hari-hari kerja biasa. Bahkan aku terbangun lebih awal dibandingkan dengan jam alarm yang telah ku- set . Bangun terpagi di hari libur, gumamku sambil mengucek mata dan meregangkan badan ke kanan dan kiri. Setelah ritual ala anak kosan terselesaikan-mencuci baju dan piring, menyapu, mengepel, dan mandi-aku siap menjelaj