Langsung ke konten utama

Cepat Sembuh, Ma

Selamat pagi, Ma.
Bagaimana tidurnya semalam?

Ah, aku tak bisa tidur semalam tadi. Pikiranku terlalu sibuk ke sana ke mari memikirkan Mama. Sudah empat hari ini Mama pun tak bisa tidur. Pasti tidak nyaman tidur dalam posisi duduk, iya kan? Berbaring apalagi. Sabar ya, Ma. Cepat atau lambat semuanya akan berlalu. Mama dapat tidur dengan nyenyak kembali. Mama pasti sembuh.

Maaf jika aku terlampau panik dengan keadaan kita sekarang. Sejak Mama sakit, aku berubah menjadi seorang yang sangat paranoid. Sering kali aku dihinggapi perasaan dan pikiran takut yang berlebihan. Aku tidak bisa meninggalkan Mama barang sedetikpun, takut-takut Mama kenapa-kenapa. Siang hari aku habiskan untuk merawat Mama. Mulai dari Mama bangun, menyiapkan sarapan, mandi, makan siang, menyiapkan obat-obat yang harus Mama minum, hingga Mama tidur kembali di malam hari. Hari-hari aku habiskan di rumah, tak berani aku tinggalkan rumah sekarang. Biarlah aku jauh dari dunia luar, asalkan aku dapat terus menjaga Mama. 

Malam jadi teman yang kuhindari sekarang, Ma. Kehadirannya tak lagi aku nanti sebagai teman melepas lelah. Ketika ia datang dan aku mulai ketakutan. Sepanjang malam aku terjaga, hanya untuk memastikan Mama baik-baik saja. Berharap malam akan segera berlalu. 

Ma, sesakit apa rasanya? Bagilah denganku, agar aku dapat meringankan sakitnya. Aku hanya bisa terdiam jika Mama tiba-tiba meringis kesakitan atau terbatuk-batuk yang begitu sangat menyesakkan. Apa yang harus aku lakukan, Ma? Aku hanya bisa mengelus-elus tangan dan punggung Mama, berharap dapat mengurangi sakitnya.

Ma, Mama harus sabar dan ikhlas ya menjalaninya. Mama harus kuat dan semangat. Mama pasti sembuh, dan Mama harus sembuh. Aku masih butuh Mama. Apapun akan aku lakukan untuk kesembuhan Mama. Mama jangan bosan minum obat yang banyak itu, harus makan yang banyak juga.

Selalu kusebut nama Mama dalam setiap doa-doaku. Kubawa dalam tangis setiap sehabis solat malam. Beribu kali lisan ini berdzikir meminta pertolongan-Nya. Hanya itu yang aku lakukan, Ma. Semoga doa-doaku membantu ya, Ma. 

Aku jadi terkenang masa kecil, Ma. Dulu, Mama yang merawat dan mengurusku. Menyiapkan makan dan menyuapiku. Jika aku sakit, Mama tidak tidur semalaman. Mama tidak pernah mengeluh sedikitpun. Dan kini setelah masa-masa itu berlalu berbelas tahun, saatnya aku yang merawat dan menjaga Mama. Sungguh terasa olehku bagaimana susah dan letihnya Mama ketika aku kecil sekarang. Saatnya aku berbakti, Ma. Semoga tidak ada tindakanku yang membuat Mama sedih dan kecewa. 

Cepat sembuh, Ma. I love you...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengeluhmu

Sumber foto: imgarcade.com Kau tak mengeluh pada bercangkir kopi hitam, yang mengepul panas di atas meja.  Kau tak mengeluh pada berbatang rokok, seperti yang sering kawanmu sulut di ambang pintu.  Kau tak juga mengeluh pada bergelas vodka, dari meja di sudut bar yang temaram.  Kau cukup mengeluh pada heningnya hati.  Pada lelahnya langkah kaki.  Kau cukup dengan dirimu sendiri.  Tak maukah kau bagi denganku?

Dari Bakmi Kusdi sampai Holland Bakery

Ada yang bertanya kenapa aku mau repot dan capek-capek naik kereta dari Stasiun Jakarta Kota setiap Jumat malam sepulang kerja untuk pulang ke rumah di Bogor, padahal dari arah kantor atau kosanku di Jalan Pemuda-Rawamangun lebih dekat ke Stasiun Manggarai atau naik bus dari Terminal Pulo Gadung? Atau bahkan tidak perlu jauh-jauh sampai Manggarai atau Pulo Gadung, tinggal menunggu di halte bus depan Kampus UNJ pun sebenarnya sudah ada bus ex APTB yang lewat sejam sekali.  Pasti capek, kan? Belum lagi kalau sudah ditambah dengan kemacetan Jakarta di jam-jam pulang kerja, bahkan sampai pukul delapan malam pun masih saja ramai dan padat kendaraan. Juga kondisi Trans Jakarta yang penuh, mana mungkin dapat tempat duduk sedangkan jarak yang ditempuh lumayan jauh, dari Dukuh Atas sampai Kota. Masih harus ditambah dengan jam pulang kerja yang seringnya tidak tepat waktu. Pukul enam tiga puluh adalah waktu yang paling cepat, terkadang bisa sampai pukul delapan lebih.  Jawabanku

Merdeka Berekreasi bersama Sang Kekasih!

"Ayok, kita jalan!" ajakku lusa malam kemarin kepada beberapa teman. "Sorry, Ti, nggak bisa, udah ada acara lain." Seiya sekata mereka memberikan jawaban. Tanggal 17 Agustus di kalender boleh saja sama merah dan menandakan semua orang bebas dari pergi bekerja dan sekolah, tapi belum tentu kau memiliki ketersediaan waktu yang tepat sama. Baik, aku bisa pergi jalan-jalan sendiri. Lebih baik dibandingkan hanya berdiam diri seharian di kamar kosan dan tidak melakukan apa pun selain makan, menonton drama Korea, dan tidur, juga menghindari risiko mengulangi ketiga kegiatan tersebut. Malam tanggal 16 sebelum pergi tidur, alarm kuatur seperti hari-hari kerja biasa. Bahkan aku terbangun lebih awal dibandingkan dengan jam alarm yang telah ku- set . Bangun terpagi di hari libur, gumamku sambil mengucek mata dan meregangkan badan ke kanan dan kiri. Setelah ritual ala anak kosan terselesaikan-mencuci baju dan piring, menyapu, mengepel, dan mandi-aku siap menjelaj