Beberapa
jam yang lalu aku masih bingung mau menulis surat apa dan untuk siapa.
Bahkan sampai detik aku menyalakan notebook dan membuka akun blog
kesayangan ini pun aku masih belum tahu. Hingga akhirnya aku mampir
sebentar ke akun twitter untuk sekadar mencari sosok yang patut menerima
surat 'cinta' pertama dariku ini. Dan aku tahu siapa orang itu.
Dia
adalah seorang teman baru untukku. Sebenarnya kata 'baru' itu kurang
tepat untuk menggambarkan dirinya sebagai seorang teman, karena kami
(seharusnya) sudah saling mengenal saat sama-sama masuk kuliah dua tahun
lalu. Tunggu... atau hanya aku saja yang mengenalnya sejak dulu?
Sedangkan dia tidak pernah menyadari keberadaanku sebagai teman
seangkatannya?? Ah tak penting. Intinya, aku sudah mengenalnya sejak dua
tahun lalu. Mahasiswa Sastra Inggris dari kelas sebelah.
Lalu kenapa aku menyebutnya teman baru?
Yaa,
memang dia adalah teman baruku. Aku baru benar-benar dekat dengannya
sekitar beberapa bulan yang lalu. Lewat obrolan kami di jejaring sosial
twitter. Bermula dari saling memberitahu soal tugas-tugas kuliah, lalu
berlanjut ke percakapan ringan dan konyol, mulai dari mention di twitter
hingga SMS. Sampai detik aku menulis surat ini pun, aku masih berkicau ria dengannya di twitter. Namun
entah, dia menyadari hal ini atau tidak. Aku tidak peduli. Aku hanya
ingin menyampaikan apa yang aku ingin sampaikan padanya. Karena
aku yakin, berbaris-baris kalimat dalam surat ini mampu mewakili semua
lisan yang tidak mampu kuucap dihadapannya. Anggap saja ini surat pujian
sekaligus ungkapan terima kasih untuknya. Bukan..bukan melebih-lebihkan
atau terlalu memujanya, tetapi dia pantas mendapatkan 'penghargaan'
ini.
Memang siapa sih dia??
Cewek apa cowok??
Dia
adalah seorang cowok biasa. Tidak suka hal yang aneh-aneh tetapi
kelakuannya aneh. Penggila game. Tidak pernah galau. Selalu bilang kalau
dia itu cowok keren tetapi sampai sekarang masih jomblo. Cita-citanya
pengen jadi penulis sama pengisi suara. Kelahiran bulan Maret. Punya
cedera parah di bagian lututnya, akibat kejahilannya semasa SMA yang
ingin menyembunyikan sepatu temannya, tetapi malah menabrak pilar ketika
lari. Bukan perokok. Tidak suka nongkrong seperti kebanyakan cowok masa
kini. Penampilannya juga biasa, dia hanya mengenakan apa yang pantas
dan nyaman untuk dia kenakan, tidak begitu mengikuti mode, dia punya
style-nya sendiri. Oh ya, dia suka nongkrong di Burger King sama
Starbucks. Habis selesai kuliah langsung pulang. Pintar tetapi malas.
Kemampuan speaking dan listeningnya membuatku kagum. Bukan cowok tengil,
meski gayanya terlihat seperti yang sombong. Jangan bicarakan tentang
galau atau cinta-cintaan dengannya, karena dia romantically awkward
(begitulah katanya). Dia adalah cowok biasa dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Tetapi aku yakin, dia memiliki pandangan yang berbeda
dari kebanyakan cowok sekarang. Dia akan mengatakan apa yang harus dia
katakan, dan dia akan diam ketika dia merasa tidak perlu bicara.
Sejauh itukah aku mengenalnya dalam beberapa bulan?
Yaa,
aku mengenalnya sedalam apa yang aku katakan di atas. Sejauh obrolan
konyol kami di twitter. Aku tidak tahu sebenar apa aku mengenalnya, itu
hanya berdasarkan penilaianku saja. Semoga benar. Dan maaf jika ada yang
tidak sesuai.
Kami
semakin dekat. Meski tak sampai membicarakan hal pribadi. Atau belum.
Namun, ada satu pertanda yang membuatku semakin dekat dengannya adalah
ketika dia dengan biasa membicarakan soal kecelekaan yang dialami pada
lututnya. Aku rasa itu suatu 'perkembangan' yang baik.
Anggap
saja aku mengaguminya. Dan aku diam-diam (sekarang tidak lagi melalui
surat ini) mengaguminya. Mengobrol hingga larut malam di twitter,
membuatku nyaman berlama-lama menatap layar notebook dan menunggu setiap
balasan mention darinya. Karena selalu ada hal yang membuatku tertawa
di akhir kata-katanya.
Kami
seperti membuat dunia kami sendiri di jejaring sosial itu. Tidak peduli
dengan pandangan bahkan mungkin cibiran orang-orang tentang kedekatan
kami. Walau, jujur saja pada awalnya aku merasa takut kalau-kalau
teman-teman sekelasnya membicarakan kami. Tetapi, apalah urusan mereka?
Toh, mereka tidak punya hak untuk melarang kami berteman bukan? Tidak
peduli mereka akan beranggapan bahwa kedekatan kami karena 'lebih dari
sekadar teman'.
Aku
menemukan kenyamanan dengan berlama-lama mengobrol dengannya. Sungguh..
tidak ada yang spesial dan penting dalam obrolan kami. Tetapi, aku
seperti mempunyai tempat favorite yang akan selalu kukunjungi setiap
saat. Menemukan keceriaan kembali setelah seharian bergelut dengan
masalah-masalah yang menyesakan dada. Dia seperti menawarkan sepotong
kue coklat dan secangkir cappucino hangat di atas meja yang menghadap
jendela dekat taman belakang rumah di kala senja dan saat rintik hujan
membuat riak-riak kecil di permukaan jendela. Menciptakan suasana damai
nan tentram. Menyesap aroma cappucino hangat yang menenangkan.
Maaf, jika aku berlebihan.
Aku
termasuk orang yang tidak mudah dekat dan percaya begitu saja dengan
teman pria. Sekalipun aku dekat dengan seorang teman pria, itu tandanya
dia dapat menghargaiku sebagai perempuan baik-baik dan ada sesuatu hal
yang aku saja tidak dapat menjelaskannya di sini, melalui kata-kata
dalam kalimat surat ini. Bukankah ada beberapa hal yang kita tidak perlu
penjelasan dan alasannya? Aku hanya merasa nyaman. Itu saja. Titik.
Aku
kehabisan kata-kata,nih. Aku sudah terlalu banyak bicara tentangmu.
Semoga tidak ada kalimat dalam suratku ini yang menyinggungmu.
Well,
seharusnya..saat kita saling mengenal sebagai teman, kita saling
mengucapkan 'Hello! Salam kenal!' dari dulu. So, aku akan mengucapkannya
sekarang...
Hello! Salam kenal, maukah kamu jadi temanku??
By the way, cepat sembuh Adri, biar kita bisa nulis surat bareng-bareng :)
Komentar
Posting Komentar