Langsung ke konten utama

Everything Gonna Be Alright :)


Bingung sih mau ngomong dan nulis apa sebenarnya. Nggak ada sesuatu yang menarik untuk dibagi apalagi dibaca. Ini jadi semacam 'pelampiasan' aja sih. Siapa tau dengan nulis ini, sedikit bisa buat lega. Hampir tengah malam, dan seharusnya aku udah tidur jam segini, apalagi besok pagi ada ujian TOEIC, tapi ini malah masih online dan sempat-sempatnya nulis blog. Yang jelas, tulisan ini nggak pantas dibaca, cukup sebagai pelarian aku dari kepenatan hari ini.

"Jadi, apa sih yang mau diomongin Titi? Kok berbelit-belit?"

Well, aku ingin berbagi cerita tentang aku hari ini. Nothing special, bener deh.. tapi aku pengen sedikit berbagi tentang pelajaran hidup, yang meski keras harus tetap dijalani dengan ikhlas dan sabar, yang aku temui hari ini.

Pagi tadi sesudah solat, sekitar setengah enaman, aku udah mantengin laptop pinjaman teman untuk mengerjakan tugas-tugasku. Nggak seperti biasanya sehabis solat langsung ke dapur buat bantu Mama masak buat di warung, kali ini berbeda karena hari ini warung tutup. Sedikit santai, dan makanya bisa langsung mengerjakan tugas sepagi itu. Alasan warung hari ini libur adalah karena Mama sakit. Sakitnya sih sudah lumayan lama, sekitar dua-tiga bulan terakhir, tapi melihat kondisi Mama yang semakin, katakan saja menurun, maka kami memutuskan untuk meliburkan warung kami. 

"Mamamu sakit apa, Ti?"

Bisa aku bilang kali ini sedikit parah. Ada luka dan bengkak di sekitar (maaf) payudara kirinya. Awalnya mama nggak bilang soal hal ini. Aku tau pun karena nggak sengaja memergoki mama tengah ganti pakaian. Aku masih ingat betul waktu itu, kaget..shock..takut..sedih..bingung..kalut, mana lagi UTS. Benar-benar campur aduk perasaannya. Ngobrol lah aku sama mama setelah itu, sambil nahan-nahan nangis biar nggak semakin buat mama cemas dan ikut sedih. Mama minta supaya dirahasiakan dari orang-orang sekitar dulu, karena mama pikir pasti mereka mikir yang macem-macem, dan mama nggak mau cepat-cepat ambil keputusan. Cukup ke dokter umum aja, katanya waktu itu. Ya sudah,aku ikuti apa kemauan mama. Cuma berobat ke dokter umum, dan tetap menjaga soal sakitnya ini. Tapi jujur, dari hari itu sampai sekarang, yang namanya tenang nggak bisa. Semakin parno yang ada. Iya lah gimana mau tenang kalau lihat mama sendiri kesakitan seperti itu. 

Keadaan diperparah dengan ketidaktahuanku dalam menangani penyakit mama ini. Mau melakukan tindakan sesuatu, aku harus meminta bantuan, setidaknya ke abang angkatku. Satu sisi, aku harus tetap diam dan tidak mengatakan apapun soal mama. Suatu hari, karena saking nggak bisa nahannya, akhirnya aku melapor juga pada keluarga yang tinggal serumah, abang, dan teman-teman dekatku, dengan perjajian "jangan bilang-bilang mama kalau aku cerita soal ini". Tapi alhamdulillah akhirnya mama mau kalau sakitnya ini diketahui orang lain. Sedikit lega, karena pergerakan aku dalam memberi perawatan mama jadi gampang karena mendapat bantuan dari mereka. 

Sejauh ini, kami hanya membawa mama ke dokter biasa, karena waktu itu belum separah sekarang ini. Dengan harapan sih bisa ditangani biasa saja, memang salah sebenarnya membiarkan penyakit. Mau bagaimana lagi, lagi-lagi keadaan ekonomi menjadi alasannya. Walau dalam hati sangat cemas dan takut kalau-kalau penyakit mama semakin parah. Dan begitu lah adanya sekarang.

Selama ini dokter yang menangani mama bilang asalnya penyakit mama itu adalah virus. Virus zoster tepatnya. Setelah aku googling soal si zoster itu, katanya sih itu semacam virus cacar air tapi lebih ganas dari cacar air biasa. Dengar kata ganas aja sudah mengindikasikan bahwa penyakit yang diderita mama pasti bukan penyakit biasa.

Setelah beberapa minggu ini berobat rutin, suatu hari aku mengantar mama check up, Dokter Eva yang menangani mama, menyarankan agar kami segera mungkin merujuk ke rumah sakit, karena melihat luka pada payudaranya itu semakin besar dan sudah tidak dapat ditangani dengan obat-obat atau salap biasa. Harus ada penanganan lebih lanjut katanya. Aku setuju tentang hal itu. Dari situ Dokter Eva segera menyarankan aku membuat SKTM, surat sakti untuk orang tidak mampu. Tidak mamnpu? Ya, aku memang itu mampu, anak yatim, dengan seorang ibu yang mengandalkan dari usaha warung nasinya, masih kuliah dari tabungan almarhum papa, nggak punya saudara kandung pula. Jadilah aku mulai sibuk mengurusi segala hal untuk membuat Jamkesda atau BPJS sekarang namanya. Namun sayang, BPJS hanya dikeluarkan sebanyak 30 kartu dalam satu rw, dan akan diberikan secara bertahap, dan mama mendapat giliran entah pada tahap yang keberapa. Dengan bantuan kader posyandu dan keluarga sana sini, akhirnya keluarlah SKTM untuk merujuk ke rumah sakit. Dan besok kami harus ke dinas kesehatan untuk melengkapi persuratan tersebut. Dengan uang tabungan pas-pasan, bismillah.. kami lakukan segala upaya. Kemarin sempat kakak sepupuku yang di Jakarta menawarkan untuk membawa mama ke rumah sakit dan bertemu dokter spesialis benah kenalannya, tapi melihat kondisi mama yang nggak memungkikan pergi jauh, ditambah kondisi rumah kakakku sedang banjir, maka kami memutuskan untuk mengusahakan sepenuhnya di Bogor.

Perasaan dan pikiranku semakin kacau malam ini. Menghadapi mama yang sedang sakit parah tidak lah mudah, kawan. Hampir tiap malam aku menangis di atas sajadah sehabis solat, sampai-sampai mukenaku bahas dan mataku sembab. Tidak jarang aku menangis di depan sahabat-sahabatku di telepon dan kampus. Karena aku tidak sanggup menahan ketakutan ini. 

Aku merasa sendiri, walau nggak benar-benar sendiri. Maksudku, aku lah yang langsung menghadapi situasi ini sendiri. Mereka atau kalian hanya sebatas orang luar yang hanya bisa membantu sebisanya, tidak lebih, tidak untuk merasakan apa yang aku rasakan. Apalagi sekarang sudah tidak ada papa, sebagai orang yang selalu bersedia melindungi.

Kalau ada yang bertanya apa sebenarnya penyakit mama, aku juga nggak tau persis. Tapi tadi dokter bilang, itu kemungkinan tumor. (aku udah bilang ini belum sih di atas?). Ya, intinya parah. 

Tapi..tapi dibalik itu semua, selalu ada hal yang membuat kita belajar tentang hidup ini. Aku belajar sabar, ikhlas, berbesar hati, dan tetap berhusnudzon sama Allah. Aku selalu menyugesti diri aku sendiri kalau semuanya EVERYTHING GONNA BE ALRIGHT. Aku mensyukuri apa yang terjadi saat ini. Mensyukuri bahwa aku nggak pernah sendiri, selalu ada yang menemani, meski jauh, aku tau pasti bahwa mereka atau kalian selalu mengiringi langkah ini dengan doa-doa yang kalian untai untukku. Aku lagi nangis pas nulis ini lho, bener! T.T

Aku melihat bagaimana mereka, keluarga dan sahabat, selalu mengingatkanku untuk terus sabar dan ikhlas, menghiburku dengan lelucon dan tingkah laku mereka yang semata-mata mereka lakukan untuk sejenak membuatku lepas dari perasaan takut dan sedih. 

Tapi yang terpenting adalah, akan selalu ada Allah bersamaku. Aku yakin, Dia tidak akan pernah meninggalkanku barang sedetik. Aku yakin, Dia tidak akan memberikan ujian yang tidak bisa aku lalui. Aku yakin, bahwa Dia sedang menaikkan derajatku. Aku yakin, Dia ingin aku semakin dekat dengannya. 

Selain itu, yang membuatku semakin tenang sekarang (walaupun nggak tenang banget) adalah perhatian dari orang-orang terdekat, Cici Angle (sepupuku), Bang Dedy (abang angkatku), Endah-Wulan-Evi-Awvy-Fariz (sahabat-sahabatku), mereka yang dengan kasih sayangnya sudah bersedia mencurahkan perhatiannya terhadapku dan mama. Apalagi Bang Dedy, dia adalah orang yang paling sibuk dan tanggap kalau sudah menyangkut 'mama sakit'. Sampai-sampai dia memutuskan buat pulang cepat ke Bogor dari kampung halamannya di Bima, nun jauh di sana. Lalu sahabat-sahabatku yang selalu bersedia mengulurkan pelukannya untukku ketika menangis. Ada banyak hal lainnya yang nggak bisa aku sebutkan semua di sini yang sudah membuatku tetap kuat menghadapi ini semua. 

Benar kata quote di atas, bahwa ini memang menyakitkan untuk saat ini, tapi akan ada banyak kebahagiaan yang menanti di depan sana, so keep your shirt on kalau kata Fariz mah..  

Well, everything gonna be alright! Sekarang aku terus mengusahakan segala cara untuk kesembuhan mama. Dan menyiapkan mental sendiri dan mama untuk menghadapi operasi mama dalam waktu dekat ini. So, nggak ada alasan untukku untuk bermurang dan menangis terus-menerus walau memang ingin menagis terus sebenarnya. Mama membutuhkanku sebagai anak yang tegar dan kuat. Apapun hasilnya nanti setelah mama operasi, aku meminta Allah agar berikan yang terbaik, asal mama sembuh, walau payudaranya harus diangkat, meski nanti mama nggak bisa menafkahiku.

Semoga sakitnya mama adalah sebagai pelebur dosa-dosa mama. Semoga usaha kami lancar. So, aku mohon pada kalian yang membaca ini untuk mendoakan mamaku. Karena kita tidak pernah tahu kan, melalui doa siapa doa kita itu dikabulkan. Siapapun kalian, baik yang kenal dekat maupun tidak, semoga ini pun menjadi ladang amal bagi kalian. Karena setelah kalian bersedia mendoakan kesembuhan mamaku dan bersedia mengulurkan tangan kalian untuk memelukku, aku punya alasan untuk tetap tegar dan selalu tersenyum seberat apapun musibah ini.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengeluhmu

Sumber foto: imgarcade.com Kau tak mengeluh pada bercangkir kopi hitam, yang mengepul panas di atas meja.  Kau tak mengeluh pada berbatang rokok, seperti yang sering kawanmu sulut di ambang pintu.  Kau tak juga mengeluh pada bergelas vodka, dari meja di sudut bar yang temaram.  Kau cukup mengeluh pada heningnya hati.  Pada lelahnya langkah kaki.  Kau cukup dengan dirimu sendiri.  Tak maukah kau bagi denganku?

Dari Bakmi Kusdi sampai Holland Bakery

Ada yang bertanya kenapa aku mau repot dan capek-capek naik kereta dari Stasiun Jakarta Kota setiap Jumat malam sepulang kerja untuk pulang ke rumah di Bogor, padahal dari arah kantor atau kosanku di Jalan Pemuda-Rawamangun lebih dekat ke Stasiun Manggarai atau naik bus dari Terminal Pulo Gadung? Atau bahkan tidak perlu jauh-jauh sampai Manggarai atau Pulo Gadung, tinggal menunggu di halte bus depan Kampus UNJ pun sebenarnya sudah ada bus ex APTB yang lewat sejam sekali.  Pasti capek, kan? Belum lagi kalau sudah ditambah dengan kemacetan Jakarta di jam-jam pulang kerja, bahkan sampai pukul delapan malam pun masih saja ramai dan padat kendaraan. Juga kondisi Trans Jakarta yang penuh, mana mungkin dapat tempat duduk sedangkan jarak yang ditempuh lumayan jauh, dari Dukuh Atas sampai Kota. Masih harus ditambah dengan jam pulang kerja yang seringnya tidak tepat waktu. Pukul enam tiga puluh adalah waktu yang paling cepat, terkadang bisa sampai pukul delapan lebih.  Jawabanku

Merdeka Berekreasi bersama Sang Kekasih!

"Ayok, kita jalan!" ajakku lusa malam kemarin kepada beberapa teman. "Sorry, Ti, nggak bisa, udah ada acara lain." Seiya sekata mereka memberikan jawaban. Tanggal 17 Agustus di kalender boleh saja sama merah dan menandakan semua orang bebas dari pergi bekerja dan sekolah, tapi belum tentu kau memiliki ketersediaan waktu yang tepat sama. Baik, aku bisa pergi jalan-jalan sendiri. Lebih baik dibandingkan hanya berdiam diri seharian di kamar kosan dan tidak melakukan apa pun selain makan, menonton drama Korea, dan tidur, juga menghindari risiko mengulangi ketiga kegiatan tersebut. Malam tanggal 16 sebelum pergi tidur, alarm kuatur seperti hari-hari kerja biasa. Bahkan aku terbangun lebih awal dibandingkan dengan jam alarm yang telah ku- set . Bangun terpagi di hari libur, gumamku sambil mengucek mata dan meregangkan badan ke kanan dan kiri. Setelah ritual ala anak kosan terselesaikan-mencuci baju dan piring, menyapu, mengepel, dan mandi-aku siap menjelaj